Oleh : Nomen Douw 

CERPEN – Ketika seseorang bertanya kepada filsuf Yunani kuno bernama Thales tentang waktu, jawabnya, “Waktu adalah yang paling bijaksana dari semua hal yang ada, karena itu menjadikan segalanya terang.” Rindu mungkin masalah waktu, sepertinya rindu telah berubah ketika media massa datang dengan cepat melalui antena internet. Apakah kita berubah setelah waktu membuat kita tumbuh besar dan dewasa? Pada dasarnya, waktu membuat manusia berubah bersama waktu. Tiba pada kehidupan yang baru. Seperti orang keluar dari kampungnya, merasahkan kehidupan baru di kota, salah satunya internet dengan segalah macam permainan (game)

Dusun-dusun menjadi kota, tapi kota-kota belum perna menjadi desa dalam struktur pembagunan kapitalisme, cara pandang manusia ikut berubah-ubah. Berbeda, tidak seperti dahulu, selalu baru dari waktu ke waktu. Belum perna ada kota menjadi dusun sejauh ini, dalam negara ini. Edo dengan koneksi internet dan media sosial belum mengenal di dusun Pulau Moor. Di kota Internet dan media sosial menjadi kebutuhan primer. Pusat kota dan Pulau Moor 50 km lebih. Rasel pun sama dengan Edo, tidak mengenal koneksi internet dan media sosial. Tapi mereka punya pengetahuan tentang Internet dan media sosial di sekolah dan dari teman-teman yang sering pergi pulang kota. Rasel dan Edo belum perna melihat yang namanya ”kota”

Rasel tidak memiliki hp (handphone), apalagi punya jaringan internet medsos, tidak. Bapaknya belum membelinya walaupun kepala desa dua periode di kampung mereka, di Pulau Moor. Satu tahun berlalu pulau Moor masih tanpa koneksi telfon dan internet. Beberapa anak-anak usia SMP-SMA sudah di kota mengenal internet dan media sosial, mengenal karena keluar dari kampung dengan alasan sekolah. Tentu Rasel belum bersentuhan dengan Internet dan media sosial karena berhenti lanjut SMA di kota. Edo dan Rasel teman sekolah, berbeda hanya ruang kelas.

Satu tahun berpisah. Edo harus pergi ke pusat kota menyelesaikan sekolah menengah atas. Menyeberang ke darat, pulau terbesar kedua dunia, Tanah Papua dengan ukuran 785.753 km persegi. Pulau Moor berukuran 16.350 km, pulau di wilayah Nabire yang letaknya terluar dari beberapa pulau yang lebih dekat pulau. Edo memiliki hp samsung dari bapaknya setelah sampai di kota, Ia harus memiliki dengan alasan kebutuhan tugas sekolah dan pertemanan.

Pagi matahari disamping kepala, jauh diatas bukit Papua dikejauhan, dingin alam dan bau terasah kulit Edo dan Rasel di dermaga kayu; sebentar lagi Edo akan berpisah dengan Rasel. Mereka berdua masih usia remaja. Saling pelukan seperti dewasa. Saling melepas untuk satu tahun dari dermaga Pulau Moor. Masih pagi dan sunyi. Janji, akan bertemu ketika bulan Natal tiba dengan lagu-lagunya.

“Nanti desember sa datang,” kata Edo di dermaga melepas Rasel dengan wajah yang sudah murun sedih.

“Io, hati-hati disana,” balas Rasel sedih, tidak mau Edi pergi dari Pulau Moor. Edo tetap pergi untuk masa depan keluarga dan dusun Pulau Moor.

Perjalanan satu jam lebih hingga berlabu pantai maaf, titik pusat kota Nabire. Rasel belum mampu melanjutkan SMA bersama Edo. Di banyak dusun banyak remaja kawin muda, Edo dan Rasel dijodohkan orang tua Rasel, tapi Edo berpikir harus sekolah. Edo tolak dan berjanji kepada Rasel, mereka akan bertemu jika waktu tidak saling berubah dengan situasi. Pagi dingin belum berubah lebih panas, Rasel melepas Edo dengan akan rindu, dalam pelukan hangat bermakna. Edo penasaran dengan nama kota, mesin besi, batu semen dan lampu-lampu.

Edo hidup dengan banyak koneksi kota yang ramai, orang saling kominikasih 24 jam melalui internet-media sosial. Hal baru yang membuat Edo ikut terpanah, ikut dalam dunia online. Rasel di dusun pulau yang sunyi. Pulau Moor, memiliki pasir putih yang panjang seperti di Pulau Bali, memiliki pohon kelapa dan banyak pohon bertumbuh di pesisir laut dengan alam dingin alam dan aroma natural. Bangun pagi di Pulau Moor minum air hangat, minum teh jika ada, siang berlari diatas pasir putih dengan kaki telanjang berlari mandi laut, seperti orang Bali dan orang Raja Ampat. Sunyi tapi ramai bersama laut dan daratan kecil. Edo tidak mampu mengalahkan kehidupan internet dan media sosial; like, komen dan share. Rasel tidak; Dia hanya takut kehilangan Edo, semua keluarga dan Pulau Moor.

Edo tidak tau bagian rindu yang sebenarnya tapi liburan Natal membuat Dia pulang ke Pulau Moor. Satu tahun dengan kehidupan kota, Edo merasakan sesuatu berbedah ketika sampai di Pulau Moor, dusun pulau, tempat Dia dilahirkan dan dibesarkan. Melihat Pulau Moor tidak seperti dulu, merasa tidak nyaman seperti dulu, dia anggap Pulau Moor adalah seluruh kebahagiaan dan kehidupan yang sempurna. Sekarang tidak, ada rindu yang lain. Edo benar-benar berubah setelah satu tahun di kota. Dermaga kayu pulau Moor seperti dulu ia pergi. Mungkin hanya Edo, tapi Edo sudah rindu banyak setelah sampai di pulau besar Papua. Kota. Edo jauh diluar koneksi Internet di Pulau Moor, hp seakan mati, energy berkurang, Rasel pikir Edo sakit, padahal Edo diam-diam rindu internet dan medsos.

Sudah malam di Pulau Moor, matahari sore sudah pergi dengan cepat. Edo sampai di Pulau Moor jam empat sore sementara senja sedang sibuk pergi. Bocah-bocah Moor menjemput dengan ramai di dermaga, tempat dulu Ia berpiasah dengan Rasel. Edo hanya punya permen kopiko dan Ia membagikan kesemua anak-anak yang datang dengan lari kaki telanjang. Sinta memeluk Edo depan pintu pagar kayu buah, pagar SD. Pulang kerumah sambil pegang tanggan. Rasel datang setelah dengar Edo sampai di dermaga. Tempat dulu mereka berpisa. Sudah lama rindu ditahan Rasel, Edo pun sama. Rasel tinggal dengan Edo, tidak kembali rumah. Dirumah Edo hanya neneknya.

Kedua orang tua Edo berpisah karena masalah, bapaknya meninggal setelah berpisah dua tahun. Mamanya menikah di kampung Napan. Anak hanya Edo. Malam duduk dirumah, makan ikan, nasi dan kopi; bekal yang dibawah Edo dari kota. Malam berlalu dengan sunyi tanpa Internet dan dunia medsos. Seperti di Edo di kota selama satu tahun. Edo gelisah cemas, menembus jam malam, jam malam, Edo panas keringat, ada yang belum selesai selain rindu Rasel yang telah usai.

Malam telah sepih di Pulau Moor, dalam sunyi, semua orang telah tidur, termasuk Rasel di sampin Edo setelah melepas rindu mereka. Ada yang menyiksa Edo dalam mimpi. Tombol-tombol like, komen dan share menjadi makluk yang aneh, datang seperti suanggi dalam gelap. Mereka menyiksa Edo dalam mimpi, seperti iblis merobek-robek tubuh Edo. Tiba-tiba Edo berteriak keras sambil berkata ”tidak!!!!”. Rasel terbangun memeluk Edo dengan cepat.

“kenapa sayang!!,” tanya Rasel kaget bangun mendengar Edo teriak tarik napas.

“tidak papa sayang, hanya mimpi saja,” balas Edo sambil napas sendak-sendak menggenggam tanggan Rasel.

“Sa harus pulang sementar ke kota,” lanjut Edo setelah diam beberapa menit.

“Katanya mau natalan di Moor baru,” balas Rasel sambil memeluk Edo. Tidak ingin Edo kembali.

“Sa mimpi buruk, sa harus kembali kota,” balas Edo sambil berbaring tidur membelakangi Rasel. Rasel memeluknya dari balik Edo dengan rindu yang hanya untuk Edo. Tapi bagi Edo, rindu untuk Rasel telah selesai malam. Subuh jam tiga lewat lima. Sebentar lagi pagi, Edo tidak sabar pulang tinggalkan Pulau Moor dan Rasel. Edo rindu pada Internet dan medsos, Rasel sudah tidak. Like, Komen dan Share datang malam; mereka tiga seperti setan untuk Edo. Tidak ingin ulang dalam mimpi, Edo kembali ke kota.

“kenapa kembali cepat Edo, sa masih rindu baru?,” kata Rasel menahan Edo tinggal dengan pelukan hangat.

“Nanti sa balik, sa harus pulang karena sa rindu Like, Komen dan Share,” jujur Edo kepada Rasel di dermaga. Motoris sedang bersiap untuk mengantar Edo sampai di kota. Rasel dengan wajah sedih menatap Edo tidak ingin pergi. Rasel berlari pergi membawah rindu dan sedih. Rasel pikir Like,Komen dan Share adalah pacar Edo di kota. Edo tunduk dan pergi setelah speatboat bunyi. Membela laut yang masih bersih dan teduh hingga menepi pada pulau besar Papua. Tepi Pantai Nabire.

Tiga bulan berlalu, Edo kembali ke Pulau Moor, Dia dengan harapan bertemu rinduhnya Rasel. Sayang sekali, Rasel sudah tidak ada. Satu bulan yang lalu, Rasel pergi dengan cahaya matahari. Semua warga di Pulau Moor heran dan bersedih. Pulau Moor sudah hilang rindu dan keindahannya di mata Edo, tidak seperti kemaring bersama Rasel. Tidak seperti dulu sebelum Edo rindu Like,Komen dan Share. Edo menikahi mereka di kota. Sekarang di Pulau Moor, sudah seperti kota. Tapi sayang, Rasel sudah tidak di Pulau Moor.

(cerita ini hanya fiksi,mohon maaf jika ada kesamaan nama, tokoh dan tempat)

Share this Link

Comments are closed.