Oleh : Nomen Douw
OPINI – Piala Dunia selalu menjadi musim penting bagi kaum yang ingin menyampaikan pesan tertentu pada wajah dunia, lantas seluruh manusia di dunia menonton Piala Dunia. Ada kampanye tentang gaya hidup, sosial kemanusian, agama dan politik ditampilkan dalam banyak gaya. Walapun FIFA punya aturan Nomor 54 yang melarang siapa pun di lingkup sepakbola untuk melakukan aksi provokasi, namun masih ada pemain dan sporter menampilkan isu diluar di panggung dunia sepakbola dunia untuk politik mereka.
Menjaga ruang gerak sepakbola dengan urusan luar, namun panggung Piala Dunia atau pangung Sepakbola tidak berhenti sampai di hukuman FIFA. Emosional para atlet dan pendukung selalu ditampilkan di momen yang tepat, dorongan sikologi dan ruang lingkup hidup yang tersimpan adalah sejarah hidup masing-masing negara yang memiliki sejarah yang panjang dan mereka membutuhkan panggung dunia.
Panggung Piala Dunia 2022 Qatar tidak hanya menjadi panggung dunia untuk sepakbola bagi negara-negara saja, tetapi ada panggung lain yang menjadi jejak yang menarik dilihat, lebih dari sepakbola. Misalnya negara Iran dan Senegal. Ada seleberasi yang membuat warga Afrika Selatan bangga; dalam perayaannya menegur dunia yang telah lama menutup mata dan telingga pada kekecaman di Kongo, dan juga aksi tutup mulut tim Iran menyanyikan lagu nasional mereka, memprotes ruang kebebasan yang diberikan oleh negara mereka, tidak sebebas negara lain.
IRAN?
Piala Dunia 2022 di Qatar, tim sepakbola Iran pulang dari babak pengisihan grub B. Gagal melaju ke babak berikutnya, tapi mereka berhasil memanfaatkan panggung olaraga terbesar itu untuk panggung bersuara tentang kebebasan di Negara mereka yang belum perna ada. Aksi para pemain dan sporter ada intrinsik politik yang berhasil disampaikan kepada mata dunia melalui panggung sepakbola. Bukan banya di momen piala dunia 2022 saja tapi dikompetisi lain juga beberapa atlet profesional asal Iran melakukan aksi mendukung pada semangat kebebasan.
Pemain Iran dilaga melawan Wales (25/11) semua pemain Iran tidak menyanyikan lagu nasional mereka, menentang pemerintahan Iran dengan menutup mulut, memprotes kebebasan yang tidak ada di Iran dan mendukung protes warga pada negara yang terlalu teokrasi (basis agama/Ilahi) dan otoritarian (satu pemerinthn). Setelah kejadian itu Intelijen Iran kawal timnas Iran sampai ruang ganti, hotel hingga melaran interaksi dengan negara lain di Qatar selamah piala dunia, terutama kepada media asing. Ratusan tentara menyamar jadi sporter Iran di tribun stadium.
Ketika Iran melawan negara Inggris (30/11), para pemain Iran menyanyi lagu nasional mereka dalam lapangan dengan terpaksa karena mereka diancam oleh pemerintah penguasa; keluarga mereka di Iran akan ditangkap dan disiksa. Sporter mereka banyak yang menanggis, menyanyikan lagu nasional mereka dengan mata tertutup dengan mulut yang berat stengga hati.
Iran perna memenjarakan dan membunuh berbagai atlet profesional mereka yang mendukung partai oposisi dan mendukung kebebasan di negara mereka, misalnya: Pesepakbola Iran Voria Ghafouri ditangkap karena keberatan dengan Pemerintah melarang perempuan nonton bola. Vafa Hakhamaneshi di penjara karena menunjukkan baju dalamnya bertulisan bebaskan wanita Iran, stop pembunuhan. Ali Daei sepakbola profesional Iran berhenti ikut world cup 2022 karena mendukung protes di negaranya dan tiga atlet lainya dihukum rezim otoriter.
SENEGAL?
Senegal menghadapi Ecuador di laga ketiga grub A, pertemuan yang menentukan Senegal lolos ke 16 besar Piala Dunia 2022 Qatar. Senegal harus menang untuk lolos, tidak boleh berakhir seri. Senegal bermain ambisi menang, di manit ke 44 Ismailla Sar berhasil eksekusi hadiah pinalti yang diberikan wasit. Menit ke 67 M. Caiceido bobol gayang Senegal yang dijaga kiper utama Chelsea, Mendy. Berhasil dibalas oleh sang kapten Senegal K.Koulibaly pada menit 70. Senegal menang dan masuk 16 besar.
Goal pertama Isamailla Sarr melalui titik pinalti memicuh emosi Sarr memberikan pesan kemanusian dan meninggalkan jejak politik di momen Piala Dunia 2022. Setelah eksekusi goal dari titik putih, Ismailla Sarr berlari sambil menutup mata dan telingga dengan kedua tangan, selebrasi Sarr di saksikan seluruh Dunia. Sarr meniru gerakan whistleblower dan interpellator dari cerdrik ba kambu tentang keheninggan mengejutkan komunitas internasional terkait situasi perang berkecamuk di RD DRC Kongo (Republik Demokratik).
Selebrasi yang sama juga perna dilakukan oleh beberapa pemain dunia seperti Romelu Lukaku dan Cedric Bakambu di momen pertandingan lain.”Ismaïla Sarr mengirimkan pesan yang kuat… Komunitas internasional menutup mata selama M23 yang didukung oleh pembunuhan Rwanda di DRC,” tulis seorang warga Kongo khususnya di Twitter bernama Jhon Tukwezo Mayinza (30/11/2022).
Banyak pemain merayakan goalnya dengan intrik politik tertentu, misalnya Granit Xhaka dan Xherdan Shaqiri membuat selebrasi identik dalam kemenangan Swiss atas Serbia di Piala Dunia 2018. Dalam perayaannya, Xhaka dan Shaqiri menautkan jari-jemarinya untuk terlihat menjadi seperti elang berkepala dua yang ada di bendera kebangsaan Albania. Frederic Kanoute dari tim Sevilla mencetak goal ke gawang Deportivo, dalam perayaannya Kanoute menunjukkan Jersey dalam bertulisan”Palestine”. Giordos Katidis bergaya salam nazi di laga AEK Athens vs Veria (2013) dan Paolo Di Canio bergaya sama nazi (2006)
Iran dan Senegal pulang dengan bangga walaupun gagal melaju babak selanjutnya setelah menjadi kandidat Piala Dunia 2022 di Qatar. Perjuangan yang tidak mudah tampil di mata dunia, di puncak sepakbola internasional. Daerah Afrika sebagian besar memiliki persoalan yang keras karena kehidupan ekopol yang tidak stabil. Iran sulit dengan demokratis, pemerintahan yang islam teokratis, banyak warga tidak bebas seperti banyak Negara di Eropa dan Asia. Tetapi sepakbola mereka tidak seperti kebanyakan negara yang memiliki kebebasan hidup yang baik.
Mereka punya persoalan yang berat dibawah bendera negara mereka, hanya memiliki kebebasan hidup yang kecil. Berbeda dengan Senegal yang artinya ”Perahu Kita” Senegal adalah pemerintahan republic presidensial, cukup menghormati kebebasan dan mereka selalu terganggu dengan kekerasaan di wilayah Afrika, saudarah mereka, dukungan mereka bahkan sampai di Papua, Senegal perna memberikan dukungan kampanye Freedom West Papua dari negara Indonesia.
“Selama perjalanan kami menggunakan sepakbola sebagai jembatan komunikasi dengan rakyat,” kata Alberto Granada seorang dokter dan ilmuwan Argentina–Kuba, teman masa muda dan pengikut perjalanan bersama Che Guevara (195) di Amerika Latin.
(refrensinya diolah dari banyak sumber)