Fakfak – Dalam langkah konkret menguatkan komitmen pelestarian lingkungan dan peningkatan ekonomi lokal, Dinas Perkebunan Fakfak bersama Orang Muda Katolik (OMK) ST. Yosep Brongkendik menggelar aksi tanam 75 bibit kelapa hibrida dan matoa super di destinasi wisata religi Pulau Bonyom, Kamis (11/7/24).
Aksi ini bukan sekadar penanaman, melainkan wujud kolaborasi yang mencerminkan sinergi antara pemerintah dan masyarakat lokal. Sebanyak 75 bibit kelapa hibrida dan matoa super ditanam di dua koridor, menggantikan kelapa tua di sepanjang pulau dan bibir pantai sepanjang 370,61 meter.
Selain bibit, OMK juga menerima stimulan sebesar 2 juta rupiah, yang diterima oleh Ketua OMK, Natalia Woy, sebagai insentif untuk merawat tanaman tersebut. Hal ini disaksikan langsung oleh pengelola wisata Bonyom, Bapak Hendrikus Temongmere.
“Kami, pemuda Katolik di kampung Brongkendik, mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Daerah atas kesempatan pertama kami untuk terlibat langsung dalam program pemerintah. Kami berkomitmen untuk menjaga dan merawat tanaman ini agar tumbuh dengan baik dan melestarikan pulau bersejarah ini,” ungkap Ketua OMK, Natalia Woy.
Partisipasi aktif dari OMK ini sejalan dengan pelatihan singkat yang diberikan oleh Dinas Perkebunan tentang perawatan tanaman.
Mereka bertekad untuk menjaga kebersihan pantai, membuat naungan bagi tanaman produksi, dan melestarikan nilai ekonomi dan lingkungan di Pulau Bonyom.
Plt. Kepala Dinas Perkebunan Fakfak, Widhi Asmoro Jati, ST, MT, menyebutkan bahwa kegiatan ini adalah bagian dari gerakan bersama tanam kebun Fakfak (Gertak Fakfak).
“Kami mengembangkan luasan dan potensi komoditi tanaman perkebunan Fakfak melalui upaya menanam berbagai jenis tanaman di lahan perkebunan masyarakat serta lokasi wisata, pusat edukasi, ruang terbuka hijau, permukiman, dan koridor jalan, dengan melibatkan berbagai stakeholder,” ujarnya.
Gerakan ini diharapkan mampu meningkatkan luasnya tanaman produksi di ruang terbuka selain kebun masyarakat. Ini juga akan meningkatkan rasa memiliki dan kepedulian terhadap pelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan.
“Dengan gerakan tanam bersama ini, kami berharap tindakan nyata ini mengajarkan tanggung jawab bersama terhadap tanaman yang memiliki fungsi produktif ekonomi dan kehidupan. Ke depan, kita ingin destinasi wisata religi Pulau Bonyom yang penuh sejarah memiliki tanaman perkebunan produktif dan bernilai ekonomis, yang juga berkontribusi menghijaukan pulau ini dan menjadikannya lestari, sehingga semakin diminati wisatawan,” tambah Widhi.
Aksi tanam ini adalah langkah kecil dengan dampak besar, mencerminkan harmoni antara manusia dan alam. Ini adalah cerita tentang keberlanjutan, tanggung jawab bersama, dan masa depan yang lebih hijau bagi Pulau Bonyom, Fakfak, dan generasi mendatang.