PAPUA – “Penyusunan Daftar RUU Pemekaran Propinsi Di Papua Didasarkan Atas Aspirasi Dan Kebutuhan Hukum Masyarakat Sesuai Perintah Pasal 76 ayat (5), UU No 2 Tahun 2021 Junto Pasal 96 ayat (3), PP Nomor 106 tahun 2021 junto Pasal 18 Huruf H, UU No 15 Tahun 2019”

Pada prinsipnya Pemekaran daerah ditujukan untuk mengangkat harkat dan martabat OAP sesuai dengan ketentuan Pasal 93 ayat (2) huruf d, PP Nomor 106 Tahun 2021 tentang Tentang Kewenangan Dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua. Namun demikian apabila pemekaran daerah dilakukan tanpa mendapatkan aspirasi dari seluruh Orang Asli Papua maka tentunya pemekaran daerah tersebut justru dilakukan tanpa menghargai harkat dan martabat Orang Asli Papua.

Berdasarkan ketentuan UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua yang diberikan kewenangan untuk mengusulkan pekekaran daerah di Papua kepada 2 (dua) isntitusi. Pertama institusi pada pemerintah pusat yaitu Mentri dan DPR RI sesuai dengan perintah Pasal 76 ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua dan Kedua institusi pada pemerintah daerah yaitu MRP dan DPRP serta DPR PB sesuai perintah Pasal 76 ayat (1), UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua. Atas dasar itu, pada prakteknya dalam mempraktekan kebijakan pemekaran propinsi sesuai arahan UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua maka kedua institusi wajib saling berkordinasi tidak bisa saling meniadakan sebab keduannya diberikan kewenangan sesuai rekomendasi ketentuan arahan UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua.

Dengan berpatokan kewenangan mengusulkan pemekaran daerah diatas, apabila dikaji dari fakta rapat dalam badan legislasi (baleg) DPR RI ada komisi tertentu yang mengusulkan 6 (enam) RUU Pemekaran Daerah Provinsi di Papua dan Papua Barat yaitu : “RUU Tentang Provinsi Papua, RUU Tentang Provinsi Papua Barat, RUU Tentang Pemekaran Daerah Provinsi Papua Tengah, RUU Tentang Pemekaran Daerah Provinsi Papua Pegunungan Tengah, RUU Tentang Pemekaran Daerah Provinsi Papua Selatan Dan RUU Tentang Pemekaran Daerah Provinsi Papua Barat Daya” secara langsung menunjukan bahwa komisi dalam tubuh DPR RI yang mengusulkan kebijakan pemekaran daerah di Papua melupakan perintah ketentuan “Pembentukan daerah otonom dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini dan ditetapkan dengan Undang-Undang” sebagaimana diatur pada pasal 76 ayat (5), UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua.

Apabila mengacu pada penegasan pasal diatas terkait kalimat “sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini” artinya mengarah pada UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua secara langsung menunjukan bahwa komisi tertentu dalam tubuh DPR RI yang mengusulkan kebijakan pemekaran daerah di papua tidak membaca lebih serius bunyi ketentuan terkait “Pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/ kota menjadi provinsi-provinsi dan kabupaten/kota dapat dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumber daya manusia, kemampuan ekonomi, dan perkembangan pada masa yang akan dating” sebagaimana diatur pada pasal 76 ayat (1), UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua selanjutnya hanya berpatokan pada ketentuan Pasal 76 ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua selanjutnya mengusulkan 6 (enam) RUU Pemekaran Daerah Provinsi di Papua dan Papua Barat.

Selain itu, apabila mengacu pada penegasan pasal diatas terkait kalimat “ditetapkan dengan Undang-Undang” artinya mengarah pada ketentuan Tata cara pembahasan dan pengesahan rancangan undang-undang mengenai pembentukan daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan dan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat sebagimana diatur pada Pasal 96 ayat (3), PP Nomor 106 tahun 2021 Tentang Kewenangan Dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua. Atas dasar kalimat “dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan” diatas maka jelas-jelas mengarah pada ketentuan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Dengan demikian maka perumusan kebijakan tentang pemekaran propinsi di papua wajib mengikuti mekanisme sesuai ketentuan Pasal 16 dan Pasal 18, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai berikut :

Pasal 16

Perencanaan penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam Prolegnas

Pasal 18

Dalam penyusunan Prolegnas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, penyusunan daftar Rancangan Undang Undang didasarkan atas:

a. perintah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. perintah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. perintah Undang-Undang lainnya;

d. sistem perencanaan pembangunan nasional;

e. rencana pembangunan jangka panjang nasional;

f. rencana pembangunan jangka menengah;

g. rencana kerja pemerintah dan rencana strategis DPR;dan

h. aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat.

Berdasarkan mekanisme sesuai ketentuan Pasal 16 dan Pasal 18, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan secara langsung dapat disimpulkan bahwa Komisi tertentu dalam DRP RI yang mengusulkan 6 (enam) RUU Pemekaran Daerah Provinsi di Papua dan Papua Barat dilakukan secara sepihak berdasarkan perintah Pasal 76 ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua dengan mengabaikan perintah ketentuan “Dalam penyusunan Prolegnas, penyusunan daftar Rancangan Undang Undang didasarkan atas aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat” sebagaimana diatur pada Pasal 18 huruf h, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebab anggota Komisi II DRP RI tidak perna datang ke Papua dan Papua Barat menjaring aspirasi masyarakat. Artinya lagi-lagi menunjukan fakta Komisi tertentu dalam DPR RI dalam mengusulkan 6 (enam) RUU Pemekaran Daerah Provinsi di Papua dan Papua Barat mengabaikan perintah ketentuan “Pembentukan daerah otonom dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini dan ditetapkan dengan Undang-Undang” sebagaimana diatur pada pasal 76 ayat (5), UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua.

Dalam rangka mengakomodir perintah ketentuan “Dalam penyusunan Prolegnas, penyusunan daftar Rancangan Undang Undang didasarkan atas aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat” sebagaimana diatur pada Pasal 18 huruf h, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan maka secara teknis dapat dilakukan dengan metode sesuai ketentuan “Pembentukan daerah provinsi dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk Keputusan BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk Kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah provinsi atau kabupaten/kota yang akan dimekarkan selanjutnya akan dijadikan Dokumen aspirasi Masyarakat” sebagaimana diatur pada Pasal 14 huruf a dan huruf d angka 1, Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah dengan mengacu pada perintah ketentuan “Pembentukan daerah otonom dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini dan ditetapkan dengan Undang-Undang” sebagaimana diatur pada pasal 76 ayat (5), UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua selanjutnya perintah ketentuan Tata cara pembahasan dan pengesahan rancangan undang-undang mengenai pembentukan daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan dan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat sebagimana diatur pada Pasal 96 ayat (3), PP Nomor 106 tahun 2021 Tentang Kewenangan Dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua maka ditegaskan kepada Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah Propinsi Papua dan Propinsi Papua wajib mendengarkan aspirasi masyarakat papua apakah menginginkan pemekaran propinsi di wilayah papua ataukah tidak sesuai perintah ketentuan “Dalam penyusunan Prolegnas, penyusunan daftar Rancangan Undang Undang didasarkan atas aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat” sebagaimana diatur pada Pasal 18 huruf h, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang diperoleh dengan metode sesuai ketentuan “Pembentukan daerah provinsi dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk Keputusan BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk Kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah provinsi atau kabupaten/kota yang akan dimekarkan selanjutnya akan dijadikan Dokumen aspirasi Masyarakat” sebagaimana diatur pada Pasal 14 huruf a dan huruf d angka 1, Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah.

Berdasarkan uraian diatas maka Lembaga Bantuan Hukum Papua (LBH Papua) mengunakan kewenangan terkait “Setiap orang, kelompok, organisasi politik,organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan,dan pemajuanhak asasi manusia” sebagaimana diatur pada Pasal 100, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam rangka menegakkan perintah ketentuan Pemekaran daerah ditujukan untuk mengangkat harkat dan martabat OAP sesuai ketentuan Pasal 93 ayat (2) huruf d, PP Nomor 106 Tahun 2021 tentang Tentang Kewenangan Dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua menegaskan kepada :

1. Presiden Republik Indonesia segera perintahkan Mentri dan DPR RI hentikan pembahasan kebijakan RUU Pemekaran Propinsi Propinsi di Papua sebelum ada Aspirasi Masyarakat Papua sesuai perintah Pasal 76 ayat (5), UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan UU Nomor 21 Tahun 2001 junto Pasal 18 huruf h, UUNomor 15 Tahun 2019 yang dilakukan dengan metode Pasal 14 huruf a dan huruf d angka 1, Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007;

2. Ketua DPR RI segera hentikan pembahasan Pengusul 6 (enam) RUU Pemekaran Daerah Provinsi di Papua dan Papua Barat karena belum berkordinasi dengan MRP dan DPRP serta belum adanya Adanya Dokumen Apirasi Masyarakat Papua sesuai perintah Pasal 76 ayat (5), UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan UU Nomor 21 Tahun 2001 junto junto Pasal 18 huruf h, UUNomor 15 Tahun 2019 yang dilakukan dengan metode Pasal 14 huruf a dan huruf d angka 1, Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007;

3. Ketua Majelis Rakyat Papua Propinsi Papua dan Papua Barat serta Ketua DPR Papua dan DPR Papua Barat segera memfasilitasi penjaringan Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk Keputusan BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk Kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah provinsi atau kabupaten/kota yang akan dimekarkan dengan pilihan menerima atau menolak pemekaran sesuai perintah Pasal 76 ayat (5), UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan UU Nomor 21 Tahun 2001 junto Pasal 18 huruf h, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 junto Pasal 14 huruf a dan huruf d angka 1, Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007.

Demikian siaran pers ini dibuat, semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Atas perhatiannya disampaikan terima kasih.

Jayapura, 3 Februari 2022

Hormat Kami
LEMBAGA BANTUAN HUKUM PAPUA
Emanuel Gobay, S.H.,MH
(Direktur)

Share this Link

Comments are closed.