NABIRE – Suku Besar Yaur – Hegure di Nabire, Papua Tengah, menggelar Musyawarah Adat Ke-I. Musyawarah berlangsung di Pantai Menase, Kelurahan Kalibobo, Distrik Nabire, yang berlangsung selama dua hari (16-17) Oktober 2023.
Musyawarah tersebut digelar dengan mengusung tema “Jo Jombioje,,,,, Me hemo ojohra aha nadi he Nemedum jomnoje; Awu ojohra E gwe ojoh nadi Nemedum Jomneje ima Johegure” Hegure Jager, 09 Mei1866. Pandita Rudolf beyer. Yang artinya, Jika ada suatu Hari doa anak Manusia, berilah hari ini Ya Tuhan,,,, “Menjadi suatu hari dia anak manusia bagi orang Yaur’
Ketua Panitia Musyawarah, Hendrik Andoi mengatakan panitia menjadwalkan pelaksanaan musyawarah berlangsung selama dua hari yakni 16 – 17 Oktober 2023 atau Senin dan selasa pekan ini.
Hari pertama Senin (16/10), diagendakan untuk membahas tentang program kerja, AD/ART dan struktur organisasi. Sementara untuk hari kedua barulah dilaksanakan pemilihan.
“Tapi mengingat ini acara adat maka untuk pemilihan kepala suku akan diadakan musyawarah,” kata Andoi di Pantai Menase usai acara pembukaan.
Ia menjelaskan, kandidat calon belum muncul. Dan akan muncul esok harinya setelah diadakan musyawarah. Artinya, para kandidat akan mengikuti prosesi gelar tikar adat. Dimana mereka kandidat akan melakukan musyawarah dari hati kehati untuk menentukan kepala suku.
Tapi kalau tidak mendapatkan mufakat maka panitia akan mengambil ahli dengan melakukan pemilihan langsung.
“Untuk kriteria calon kepala suku, pertama bisa berbahasa Yaur, dan menjaga marwah adat istiadat dan budaya orang Yaur. Lebih dari itu, harus setia kepada Pancasila dan UUD 45, bertaqwa kepada Tuhan dan bisa menjadi mitra untuk adat, pemerintah dan agama,” jelas Andoi.
Sedangkan Asisten I Setda Pemkab Nabire, La Halim, mewakili Bupati Nabire, mengajak masyarakat Suku Yaur untuk memilih pemimpin yang terbaik dari sekian orang baik. Kemudian membuat program-program nyata dalam rangka penyelamatan bahasa dan budaya di Suku Yaur. Sehingga La Halim menekankan pentingnya masyarakat Suku Yaur dan dan masyarakat pesisir Nabire pada umumnya, agar bisa berbahasa daerah.
Sebab menjadi pekerjaan rumah untuk masyarakat adat, khususnya masyarakat pesisir Nabire termasuk suku Yaur, agar tidak lupa berbahasa daerah. Sebab banyak orang tidak bisa bisa berbahasa daerah. Sehingga dia menitipkan pesan sekaligus pekerjaan rumah bagi kepala suku terpilih nantinya.
“Kita harus akui bahwa anak-anak yang berumur dibawah 20 Tahun saat ini tidak bisa berbahasa daerah, jika dibandingkan dengan suku-suku tetangga. Ini fakta dan PR bagi kepala suku baru,” ungkap La Halim saat membuka musyawarah Suku Yaur.
La Halim bilang, jika dibandingkan dengan suku-suku dari pegunungan, maka sejujurnya mereka (suku pegunungan, misalnya suku Mee, Dani dan lainnya) lebih fasih berbahasa daerah. Baik anak-anak hingga orang tua, jika dibandingkan dengan masyarakat pesisir.
Perlu diakui kepada mereka (suku pegunungan), sebab dalam kesehariannya dari anak kecil sampai orang tua bisa berbahasa daerah. Sementara masyarakat pesisir, sangatlah disayangkan.
“Minta maaf kita tidak bisa dan jarang berbahasa daerah, jangan sampai ada nama suku tapi bahasa sudah tidak ada. Kalau kita anak adat dan maka kita harus sepakat bahwa adat tidak terlepas dari budaya dan bahasa, itu harus dipegang teguh,” tuturnya.
Sehingga, La Halim memberikan pesan khusus kepada Lembaga Musyawarah Adat di Nabire dan bekerja sama dengan DPR untuk membuat regulasi khusus. Mengingat ada UU Otsus, sehingga sekolah-sekolah dasar di Kampung-kampung wajib mengadopsi bahasa daerah menjadi mata pelajaran di sekolah.
“Karena itu tadi, ada UU Otsus. Jadi ini PR kedua kepada LMA dan suku-suku di Nabire. Agar bahasa daerah menjadi mata pelajaran lokal, jangan sampai anak cucu kita tidak tau bahasa daerah,” terangnya.
(Admin)