Fakfak, majalahkribo.com – Kasus dugaan penyelewengan dana Covid-19 di Dinas Kesehatan Fakfak terancam menjadi “janji kosong” Kepolisian Resor Fakfak. Sudah 55 hari berlalu sejak Kapolres Fakfak AKBP Hendriyana, SE, MH merilis pernyataan resmi soal adanya indikasi kerugian negara lebih dari Rp1 miliar, namun hingga kini publik tak kunjung mendapat kejelasan siapa yang bertanggung jawab.
Padahal, Kapolres sempat menyatakan secara terbuka bahwa perkara ini akan dipublikasikan dan ditangani serius oleh Unit Tindak Pidana Korupsi Satreskrim Polres Fakfak.
“Saya pastikan publikasi kasus tersebut dalam waktu dekat hingga menjadi terang-benderang,” kata AKBP Hendriyana dalam keterangannya di akhir tahun 2022, seperti dikutip dari mataradarindonesia.com.
Namun faktanya, publik masih disuguhi ketidakpastian. Tak ada konferensi pers lanjutan. Tak ada penetapan tersangka. Tak ada gelar perkara terbuka. Yang ada hanyalah waktu yang terus berjalan—dan semakin mempertegas keraguan masyarakat terhadap komitmen Kapolres Fakfak dalam memberantas korupsi.
Kini, muncul pertanyaan yang kian lantang: Apakah ini bentuk pembiaran? Atau justru indikasi adanya intervensi kekuasaan terhadap proses hukum?
Jika kasus ini benar-benar terbongkar dan dibuka secara transparan ke publik, maka akan menjadi preseden penting dalam sejarah penegakan hukum di wilayah Polres Fakfak. Namun jika tidak, maka penanganan perkara ini akan menjadi catatan kelam tentang bagaimana hukum bisa tumpul saat berhadapan dengan kekuasaan dan kepentingan.
Sebelumnya, Lembaga Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari juga telah mengkritik keras lambannya penanganan kasus-kasus dugaan korupsi oleh Polres Fakfak di bawah kepemimpinan AKBP Hendriyana. Mereka mendesak Kapolda Papua Barat untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Polres Fakfak belum memberikan perkembangan terbaru terkait kasus yang disebut-sebut merugikan negara lebih dari Rp1 miliar tersebut.
Publik menanti. Tapi apakah hukum masih berpihak kepada keadilan? Atau sekadar alat legitimasi kekuasaan?
Penulis: Ronaldo Josef Letsoin
Baca Juga: Tak Bisa Tuntaskan Perkara Tindak Pidana Korupsi, Kinerja Kapolres Fakfak Dipertanyakan