Penulis: Ronald Letsoin

Fakfak, majalahkribo.com – Mimpi perempuan Fakfak ini harus terhenti dan tak bisa melanjutkan ke tahap berikutnya, mana kala 2 lembar kertas berlogokan tribrata sampai ke tangan panitia seleksi Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) Kabupaten Fakfak. 

Mereka tak bisa berbuat banyak saat membaca uraian isi surat dari Institusi Penegak Hukum Polres Fakfak ini. Meski perempuan Fakfak ini memiliki segudang kecakapan dan berkas administrasinya yang terbilang super lengkap. Namun itu tak akan mampu meloloskannya ke tahap wawancara pada seleksi MRPB di Fakfak. 

Erna Hilda Wagab anak muda Fakfak yang mengalami nasib tragis akibat tudingan Makar yang dilayangkan melalui Surat Sakti Kapolres Fakfak. Meski perempuan Fakfak ini belum pernah memperoleh keputusan hukum tetap yang diputuskan melalui Pengadilan Negeri Fakfak, Namun lewat Surat Sakti Kapolres Fakfak dirinya harus diputuskan oleh Pansel MRPB Fakfak. 

Baca Juga” Gara-gara Tudingan MAKAR, Pansel MRPB Fakfak Dipolisikan

Apalah daya sudah suratan takdir yang harus dijalani oleh nya. Ironis sekali nasib para aktivis kemanusiaan yang harus hidup bertarung nasib di negeri ini, di tengah rezim pemerintahan yang anti kritikan. Ironis sekali nasib para aktivis yang bersuara lantang mempersoalkan masalah-masalah kemanusiaan di negeri ini. karena saat mereka bersuara lantang, justru akan dianggap sebagai pembangkang dan makar. 

Apakah salah jika dirinya getol menyuarakan hak-hak masyarakat yang terkebiri akibat sebuah kebijakan yang salah ? apakah salah jika dia menolak berkompromi dengan pembuat kebijakan yang pada gilirannya hanya menguntungkan kelompok oligarki dan para kolegial penguasa negeri ini ? apakah juga salah jika dirinya membantu menyuarakan suara dari kaum-kaum yang tidak mampu bersuara ? jika semua yang dia lakukan dianggap salah, maka biarkan dia pergi dan tak usah peduli lagi.

Baca Juga: Menggunakan Terminologi Makar Dalam Seleksi MRPB di Fakfak

Apakah salah jika dia harus terlahir sebagai seorang manusai yang berambut keriting dan berhitam kulit lantas di stigma sebagai Makar ? jika terlahir sebagai orang papua yang kritis dianggap salah maka jangan hentikan langkah nya untuk meraih masa depan yang cerah. Label Makar tak elok disematkan kepada dia yang kritis menyuarakan hak sipil yang terkebiri akibat kerakusan kelompok oligarki dan para elite yang haus kekuasaan. 

Hari itu 17 Mei 2023, surat bernomor R/348/V/IPP.1.3.10/2023 dibacakan saat pertemuan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah bersama Pansel. Surat yang berperihal data calon anggota MRPB yang pernah terlibat dalam tindakan makar terhadap NKRI ini, menjadi dasar pijak pansel MRPB untuk memutuskan perempuan Fakfak ini tak bisa melanjutkan langkah mereka ke tahapan berikutnya. 

Tiap bait kalimat dalam lembaran itu telah mengebiri masa depan nya sebagai anak muda bangsa yang layak dan pantas memperoleh penghormatan di atas tanah kelahiran nya sendiri. Stigma sebagai pelaku Makar telah meletakan dirinya dalam zona yang paling dalam dan tak bisa bangkit untuk meraih cita-cita di masa depan. Penyematan Makar terhadap dirinya telah mendiskreditkannya dari lingkungan sosial. Sekat dan pembatasan pergaulannya tak bisa dengan leluasa lagi dijalani, dia hanya dapat bergaul dengan lingkungan sekitar yang mau menerima dia apa adanya. 

ASN mungkin sudah tak berpeluang lagi, DPR Otsus pun sudah tak bisa, semua peluang dan kesempatan yang tersedia mungkin sudah tak bisa pula. Karena dirinya telah menerima stigma sebagai seorang yang berbahaya dan mengancam kekuasaan negara. (***)

Share this Link

Comments are closed.