CERPEN – Kota ini benar-benar sudah berubah dari tahun 2008. Sa kaget lihat ombak-ombak besar pukul bibir pantai dengan emosional. Tidak seperti dulu; gelombang ombak yang halus menampar bibir pantai yang estetik. Banyak orang menikmati. Termasuk ikan-ikan dalam laut dan hewan diatas gunung dekat pantai.

Sa baru lihat pantai yang indah dengan ombak yang telah marah pada tepinya sendiri. Kata orang Moora disana juga berpendapat sama. Pantai ini berubah menjadi sesuatu yang lain. Dulu pantai Base-G. Sekarang apa? Mungkin ikan-ikan sudah ganti nama pantai dengan nama Pantai Filep. Siapa Filep? Mungkin hanya Ikan-ikan yang tau.

Filep sa punya teman baik. Kemana pun pergi selalu sama-sama waktu Sekolah Menengah Atas (SMA) Kami berpisah tahun 2011 setelah tamat. Sa dengan Filep lebih dari teman dan sahabat. Keluarga.

Tahun 2023 di Jayapura. Di kampung halaman Filep. Moora. Sa tidak buat janji, sa akan langsung ke kampung Filep. Dua puluh tahun kami tidak ketemu. Sa mau buat Filep kaget. Rencana sa akan bermalam dengan Filep; bercerita panjang tentang masa SMA.

Tahun 2011 Filep pulang. Orang tua Filep pensiun dan pulang Jayapura setelah tiga puluh tahun tugas di Nabire. Filep lahir dan besar di Nabire. Kami bersama di wilayah dekat bukit Meriam Kota Baru.

Sa antar Filep ke pelabuhan. Pulang bersama semua keluarga ke Jayapura. Filep perna bilang sebelum kapal tolak dari dermaga Samabusa, ”nanti kalau ke Jayapura main-main ke sa rumah di kampung Moora pantai Base-G. Sa akan tunggu ko kawan. Disana sa punya dusun kecil yang indah dan nyaman”

Sa injakkan kaki di kota Jayapura. Sa ingat dengan nama kampung Base-G. Lupa nama Moora. Terakhir sa injak Jayapura tahun 2007. Kini ditahun 2023 kurung sa di ruang hotel selamah satu minggu. Hanya untuk sa tulis cerpen. Setiap hari sa aktifkan mata, pikiran dan telingga. Mencoba resap informasi untuk imajinasi. Sa ketemu orang-orang telah berubah karena hidup tidak seperti pada tahun 2007.

Sa tidak menulis tentang kota yang lebih berkembang di Papua. Jayapura Papua. Hotel-hotel telah berubah dengan orang-orang Papua yang lebih duluan berubah karena zaman moderen. Pertemuan yang aneh. Sa ingin menulis yang lain. Sebuah perubahan yang cepat, dan Imajinasi megic dan realita.

Dua jam sa duduk ruang lobby hotel. Setiap hari ramai. Merekam aktivitas hotel dan orang-orang dengan mata, telingga dan hidung. Orang-orang keluar masuk kamar hotel dengan cara tidak bermalam. Kebanyakan laki-laki Papua dari usia remaja sampai tua. Anak-anak perempuan Papua usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan kuliah, duduk di kursi sofa lobby hotel. Bergegas kadang gelisah keluar kamar dan masuk. Bau farfum tajam.

Dengan masker datang berganti masuk kamar dan keluar. Seorang pria kurus bertato duduk bermain handphone (HP) di samping kursi sofa. Depan pria ada tiga perempuan kurus berwajah pucat duduk sibuk main hp. Sa duduk sambil pura-pura telfon; seakan serius komunikasi. Sa mata melempar ke tempat lain tapi telingga mendengar tajam.

“Mona, Sa kirim ko foto jadi ko masuk kamar. Dia sudah di depan”

“Orang apa?”

“Sudah masuk saja,”

“Berapa?”

“Tiga Ratus”

“Jih, pikir sa tante-tante ka, coba lima ratus ka?”

“Tidak apa-apa, masuk saja”

Cerah dan sepi. Jam lima sore di Pantai Base-G. Matahari sedang tarik cahaya senja diatas gunung Cyclop. Sa duduk di pondok kayu menunggu orang-orang lewat. Pantai Base-G sudah tidak seperti 2007. Sa hanya ditemani suara ombak keras yang merobek bibir pantai. Gelap mulai menutupi jarak pandang mata. Pohon-pohon mulai menjadi hitam. Sa harus ketemu sa teman Filep. Dimana Filep? Sa bergerak cari rumah di wilayah Pantai.

Ujung pantai dihiasi pasir putih. Berbatu keras dan tinggi. Pinggir batu, ada sebuah rumah kayu. Gelap semakin menutupi. Seorang nenek dan bocah berkaki telanjang duduk pinggiran tungku api yang menyala. Perlahan sa dekati pintu pondok. Ombak keras masih menampar pesisir dengan keras, semakin malam, semakin keras suara terdengar. Bergemuruh. Aromah ikan tajam di sa punya lobang hidung, seperti sa ada di pasar ikan kalibobo Nabire.

Pesisir pantai Base-G tidak ada aktivitas manusia dengan ikan. Sa sendiri jalan seperti hantu sore diantara gelap. Tidak seperti tahun 2007; ramai dari sore hingga malam; orang-orang menikmati angin sore, air garam dan pasir putih. Sa tanya pada sa sendiri. Tragedi apa sepanjang perjalanan menuju tahun 2023. Apakah karena cairnya es di kutub utara? Atau manusia sedang dalam masalah dengan alam di kampung Moora?

“Sore nenek”

“Sore juga anak”

“Nenek sa mau tanya? Nenek tau Filep Dong punya rumah di bagian Base-G ka?”

“Dulu rumah disana, tapi setelah Filep Dia meninggal diatas pesisir pasir putih disana baru mereka pindah ke kota”

“Nene tau kota dibagian mana?”

“Anak, Nenek juga tidak tau mereka kemana? seperti juga orang-orang semua di kampung Moora ini sudah pergi dari pesisir pantai ini. Nenek sedih lihat mereka begitu. Padahal dusun Moora ini dong punya surga terakhir bersama kita disini. Tapi tidak apa-apa, mungkin kehidupan yang baru lebih baik”

Lampu mobil picah di sa wajah. Sa mata silau dengan cahaya. Sa berdiri dengan kaget tidak bisa lihat. Rumah dengan nenek dan bocah itu menghilang. Dua orang berpakean hitam-hitam turun dari mobil. Dari belakan dua orang juga ikut turun. Mereka empat pake masker hitam. Sa tau mereka akan buat apa ke sa? Sa hanya akan mencoba lari, tapi tidak mungkin berhasil.

Sa lari dari mobil dan empat pria kekar itu. Tapi mereka lebih cepat dan terlatih. Sa lihat alat setrum led di tanggan mereka dan alat lain. Sa hanya tau mereka tahan sa dan paksa keras masuk dalam mobil. Tiba-tiba sa badan semua tegang langsung lemah tidak sadar diri. Darah semua mengalir naik ke kepala. Sa lihat darah semua keluar dari mulut, mata dan telingga.

Sa terbagun di dunia yang lain. Antara dunia nyata dan metafisik. Dunia yang sa bisa paham bahasa hewan dalam air dan darat. Sa dengar Ikan-ikan di pantai Base-G diskusi tentang orang-orang yang berkumpul melihat manusia besar tinggi berbaring menjadi mayat di pesisir pasir putih. Banyak lalat sedang isap darah yang keluar dari mulut,mata dan telingga. Ikan-ikan kenal manusia itu. Semua ikan berkumpul seperti manusia di pantai.

“Itu bapa Filep”

“Benar, itu bapa Filep”

“Kita berduka kawan-kawan. Bapa Filep tidak akan datang lagi berbagi cerita dengan dunia kita. Dia tewas”

“Ada yang ketemu bapa dia datang ka?”

“Tidak, bapa dia tidak datang”

“Kenapa bapa dia meninggal dengan paken renang di badan”

“Itu pakean yang Dia selalu pake saat datang ke dunia kita”

“Kita berduka dan Pantai yang dinikmati manusia ini akan berubah. Orang yang bersahabat dengan kami, ternyata ada orang yang tidak senang”

“Begitulah kebenaran bertumbuh kawan-kawan”

“Kebenaran tidak akan mati. Manusia yang dekat dengan kita tewas. Semoga ada manusia yang bisa hidup dengan kami seperti bapa Filep. Tapi percuma, sudah lama mereka semua pergi”

Orang-orang menanggis sa. Tapi mereka tidak berdaya. Polisi bawah sa ke RS Bhayangkara. Sa lihat empat pria yang turun dari mobil malam itu di rumah sakit. Mereka empat sibuk diskusi dengan sa anak dan istri di ruang tunggu dekat kamar mayat. Banyak orang datang dengan emosi, dan mereka ingin lihat sa, periksa sa. Tapi tidak bisa. Polisi jaga sa mati. Sa hanya keluarkan bau darah mentah untuk orang-orang yang datang mencari informasi. Sa hanya mau bilang, sa tewas tadi malam. Sa tidak mungkin pergi bertemu ikan-ikan diantara ombak yang emosional.

Sa diberikan waktu hanya dua jam melihat bumi dan dunia lain oleh Tuhan. Semua ikan di Pantai Base-G berduka. Juga semua orang Papua. Waktu habis dan sa pergi dari bumi. Sa sudah tidak bisa lihat sa anak, istri dan orang-orang di RS Bhayangkara dengan air mata mereka. Tidak bisa juga dengar ikan-ikan dalam laut dan hewan di gunung berbicara.

Waktu Tuhan sudah habis. Sa benar-benar pergi dari semuanya. Tapi sa percaya kebenaran tidak ikut sa pergi. Kebenaran tinggal bersama orang Papua, Ikan-ikan dalam laut dan hewan-hewan diatas gunung.

(Nomen Douw, Abepura, 10 Desember 2023)

Share this Link

Comments are closed.