CERPEN – Toko buku Gramedia paling populer di Indonesia dengan buku-buku besar. Penulis besar. Di Papua Gramedia hanya satu. Di Jayapura, mama kota Papua sebelum ada pemekaran enam Provinsi baru (2003,2023). Saya tidak begitu menyukai dunia membaca tapi kadang saya suka pergi berlama-lama di Gramedia. Tidak tau apa penyakitnya? Mungkin hanya penyakit mengoleksi buku.
Saya melihat Gramedia di Papua sedikit berbeda dengan beberapa Gramedia yang pernah saya berkunjung diluar Papua seperti di Jakarta, Bali dan Semarang. Disana rata-rata ada tempat duduk untuk pengunjung bisa bersantai_duduk sambil baca buku dan bermain gawai. Tidak semua orang berkunjung ke toko buku Gramedia untuk membaca dan tidak semua mencari buku. Seperti saya, hanya suka buku dan membeli.
Semoga Gramedia Jayapura sedang menyesuaikan aktivitas pengunjung dengan usia yang muda. Saya jadi aneh dengan pikiran saya sendiri,”Kunjungan berikut, saya harus bawah tikar untuk melantai,” bisik saya. Semoga Gramedia akan punya pikiran baru setelah mendapati banyak pengunjung.
Singkat cerita, saya pulang ke daerah setelah urusan selesai di kota Jayapura. Waktu di daerah, wilayah dimana tidak ada toko buku Gramedia tapi ada akses jika serius. Jangankan Gramedia, toko buku milik Pemerintah saja tidak ada, padahal kantornya sudah lama ada dengan papan pengenal ”Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah”
Papua ini banyak misteri alam dan misteri manusia-manusia yang mengatur banyak uang negara dengan pemikiran klasik, kaku dan lurus. Tapi tidakpapalah, saya berpikir, mungkin itu proses hidup kelas sosial yang pernah dialami bangsa-bangsa besar diluar. Waktu di Gramedia Jayapura, ada buku yang saya mau beli tapi tidak jadi karena uang terbatas. Saya kembalikan ke rak dengan menyesal. Tapi berjanji akan membelinya.
“Sa akan datang beli ko,” pikir saya dalam hati. Buku yang saya hampir beli adalah buku berjudul ”Tiga Dalam Kayu” karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie. Saya beli hanya buku ”Lelaki Tanpa Perempuan” karya Haruki Murakami, buku itu dipinjam belum dikembalikan sampai saat ini, semoga laki-laki gemuk itu Dia baca tulisan ini dan besok pagi berkabar untuk kembalikan.
Dia mungkin saja pernah baca kata seorang penyair, jurnalis dan novelis bernama Anatole France”Jangan perna meminjamkan buku karena tidak akan pernah dikembalikan. Buku-buku di perpustakaan saya semuanya adalah hasil pinjaman,” mungkin dia ingin seperti Anatole France memiliki perpustakaan pribadi, tapi juga dia memiliki pikiran yang lain untuk kembalikan buku. Terserah dia.
Waktu tentang Gramedia dan buku berlalu dengan aktivitas sehari-hari di daerah atau Kabupaten. Keluar masuk kedai hingga minum eksus menjadi aktivitas yang kebanyakan bersama teman-teman masa kecil hingga dewasa. Pulang ke rumah, saya hanya lihat-lihat buku yang saya beli, sebagian masih dalam plastik. Selalu ada niat kecil untuk baca, tapi saya harus berkelahi dengan gawai, kadang saya berhasil, kadang tidak. Penting juga kita membeli buku tapi tidak terlalu menyukai baca.
Saya berkenalan dengan seorang perempuan yang belum perna kita bertemu secara fisik. Kami berteman lewat udara (dunia maya). Dia suka buku dan semoga dia pembaca serius. Tidak seperti saya yang hanya hobi membeli dan melihat-lihat. Dia seorang dokter yang tidak memiliki banyak aktivitas di media sosial. Ada beberapa hal kami diskusi soal buku.
Suatu ketika ada story yang saya lihat, Dia akan pulang ke kabupaten tanggal 08 September 2023, dia tidak sabar menunggu tanggal keberangkatan. Berangkat ke tempat saya berada. Kabupaten Nabire. Dia dari Jayapura. Tiba-tiba pikiran saya ke buku yang pernah saya kembalikan dalam rak buku pada satu bulan yang lalu di Gramedia Jayapura.
“Bisa kebetulan sa juga ingin jalan-jalan ke Gramedia,” balas Dia setelah saya tanya ingin pesan buku.
“Ok nanti sa kirim foto buku,” balas saya. Saya kirim gambar cover buku hasil google. Saya transfer uang untuk bayar buku ketika dia beri info kalau dia sudah dapat buku di rak Gramedia.
Saya jadi manusia yang lebih memilih percaya manusia langsung ke toko buku ketimbang pesan online. Bukan berarti saya tidak pernah pesan online. Tapi ada hal lain yang lebih kuat memaksa saya pesan buku lewat dia (manusia). Mungkin hanya untuk kita memperkuat niat membaca atau membangun aktivitas literasi.
Dua hari dia dan buku Ziggy di kota kecil yang tidak pernah saya ketemu orang-orang sibuk keluar masuk tokoh buku milik daerah dan orang-orang sibuk belajar di kedai sambil minum kopi. Tidak ada semua orang hanya makan dan minum. Tidak tau orang-orang ini sedang membawa masa depan ke pintu yang mana. Semoga kita sedang pergi ke pintu yang lebih bersukacita.
Kita sudah satu kota. Saya lihat lewat story media sosial facebook. Dia belum berikan info tentang buku Ziggy dan kita harus bertemu. Menunggu dua hari dengan perasaan saya tidak sabar. Terlihat seperti dia tidak ingin cepat saya bertemu Ziggy. Apakah dia tau karakter menulis Ziggy yang agak rumit masuk dalam kepala dia?
Tapi tidak, ternyata saya berhasil bertemu hanya untuk belajar kerumitan sebagai pengetahuan baru bagi saya.
“Maaf e, sa agak paksa”
“Akh, tidak papa kaka”
“Makasih”
“Nanti kaka info e, kalau kaka balik dari
Jayapura kita duduk di kaka pu perpustakaan”
“Okey”, jawab saya pelan. Setelah berpisah dalam hati saya pikir, ”saya belum punya perpustakaan ade, tapi kalau punya buku benar”
Kita bertemu, dan kita berpisah. Hanya berdiri di jalan dengan sesingkat itu. Rasa tidak cukup. Pulang menjemput Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie, penulis buku ”Tiga Dalam Kayu” setelah satu bulan yang lalu, saya berjanji akan bertemu di toko buku Gramedia Jayapura. Akhirnya perkataan kadang menjadi kenyataan.
Ziggy berpindah dari tangan ibu dokter di kampung yang berdekatan dengan pusat pelabuhan Papua Tengah. Samabusa. Senyum kecil di wajah tebal terlihat dia sahabat yang baik. Kita saling menyapa berpisah. Semoga kita akan bertemu lagi tentang Ziggy yang lain dengan buku yang lain, juga toko buku yang lain.
Pertemuan singkat membuat saya mengigat kisah Thomas Jefferson (Saat di Prancis menjadi duta besar Amerika. Presiden Amerika ke-3) jatuh cinta dengan Maria Cosway (Seniwati Inggris yang cantik berumur 24 tahun) istri orang namun Jefferson menikahinya, tidak lama setelah menikah Maria Cosway pulang ke Inggris dari Prancis atas permintaan paksa suaminya.
Jefferson menulis surat cinta yang menggetarkan dunia sikologi dengan dialog antara kepala dan hati yang memperdebatkan kebijaksanaan mengejar ”persahabatan” walaupun dia tahu itu akan terpaksa berakhir.” Nalar dan sentimen adalah penguasa bersama yang saling bebas”(Jefferson (1975/1786),hlm.406.
(Nomen Douw)