Nama saya Siti Hajar Uswanas, mantan aktivis PMII Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat. Saya cucu dari Hasan Uswanas, satu dari seribuan orang Papua asli yang ikut menandatangani PEPERA 1969 dan bersetia pada NKRI. Dua orang kakak kandung dari kakek, yaitu Ahmad Uswanas dan Abdul Manaf Uswanas, dan keponakan kakek yang namanya Arobi Uswanas, mereka semua juga tokoh PEPERA yang pro Indonesia.

Jadi begini Pak Jokowi, saya gagal dan terlempar dari seleksi Pemilihan Calon Anggota MRPB karena secara sembarangan dituduh ‘’Makar’’. Melalui pengakuan ini, saya ingin menyampaikan rasa kecewa yang mendalam terhadap Panitia Pemilihan dan Pengawas Pemilihan Calon Anggota MRPB serta Forum Komunikasi Pimpinan Daerah ( Forkopimda ) Kabupaten Fakfak, Papua Barat, yang seenaknya mencoret saya dengan alasan ngawur dan tidak jelas.

Saya tidak tahu cap Makar tersebut sumbernya dari mana, apa buktinya, dan seperti apa kategorinya. Yang jelas cap ngawur tersebut menyingkirkan saya dari kesempatan mencalonkan diri jadi Calon Anggota Majelis Rakyat Provinsi Papua Barat (MRPB).

Tuduhan tersebut tidak hanya menimpa saya, namun semua keluarga besar, termasuk suami dan ke-5 anak saya, ke-4 adik kakak saya dan juga keluarga dari suami saya. Status Makar ini tiba-tiba muncul dan disematkan pada saya saat hendak mendaftar sebagai Calon Anggota MRPB Periode 2023-2028.

Pada 31 Mei 2023, sekitar pukul 11.00 WIT saya datang ke Ruang Sekretariat Panpil MRPB Kabupaten Fakfak, yang kebetulan berkedudukan di Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Fakfak, dengan tujuan meminta klarifikasi terkait Cap dan Tuduhan Makar terhadap diri saya.

Saat itu, saya bertemu dengan 3 Anggota Panpil dan 1 Anggota Panwaspil Kabupaten Fakfak. Di sana terjadi diskusi dan klarifikasi. Mirisnya, ada pembenaran yang disampaikan oleh perwakilan Panwaspil dan perwakilan Panwaspil bahwa saya memenuhi unsur sebagai ‘’Orang Makar’’, kata mereka.

Mereka juga mengakui, bahwa Panpil dan Panwaspil tidak lagi memiliki kewenangan, sebab data dan informasi siapa saja yang disebut Makar didapat dari hasil pertemuan antara Panpil bersama Forkopimda. Berarti mereka mendapat bocoran dan pasokan data dari pihak lain yang isinya menuduh saya Makar. Ini sungguh mencurigakan! apa motifnya?

Sebelumnya, di hadapan Kapolres dan Dandim, Sekretaris Panpil dengan lantang dan tegas menyampaikan nama-nama yang lolos verifikasi berkas, sembari menyebutkan nama saya, suami, dan salah satu keluarga saya sebagai orang makar, lengkap dibacakan dengan identitas dan foto kami. Tuduhan sembarangan itu membuat saya sangat marah dan kecewa. Saya pun tidak kuasa menahan air mata.

Karena tidak terima dituduh makar tanpa bukti yang jelas, kemudian saya meminta klarifikasi, namun keempat anggota Panpil dan Panwaspil menyampaikan bahwa mereka tidak bisa ambil keputusan, dan mereka harus melakukan komunikasi dan koordinasi dengan pimpinan mereka yakni Ketua dan sekretaris Panpil. Mereka berjanji setelah melakukan koordinasi dan komunikasi, akan menyampaikan kebijakan apa yang diambil untuk saya.

Ingin minta kejelasan, saya menunggu di ruang rapat kantor Kesbangpol hingga kurang lebih pukul 17.00 WIT. Karena diacuhkan, diabaikan, tidak dianggap, dan terlalu lama menunggu, saya dan keluarga berinisiatif mendatangi lokasi Diklat tempat proses wawancara peserta calon Anggota MRPB dilaksanakan.

Saya melakukan koordinasi dengan pihak keamanan yang bertugas di sana, untuk menyampaikan kepada semua anggota Panpil dan Panwaspil agar menyediakan waktu untuk saya bertemu guna mencari jawaban. Dan dari hasil koordinasi tersebut, akhirnya pimpinan Panpil dan Panwaspil mau memberikan waktu kepada saya dan keluarga.

Pada pukul 19.30 WIT, saya dan juga beberapa teman dan keluarga, dipersilahkan masuk ke dalam ruangan, di sana sudah ada 5 anggota Panpil dan 4 anggota Panwaspil. Di dalam ruangan tersebut terjadi diskusi dan Klarifikasi. Lagi-lagi saya mendapatkan jawaban yang sama. Dan itu disampaikan langsung oleh Ketua Panpil, yang membenarkan tuduhan Makar terhadap saya dan kedua saudara saya (Alfa Rohromana dan Erna Wagab), tapi tidak disertai alasan dan bukti yang jelas.

Sebagai orang yang tidak pernah dinyatakan bersalah melakukan Makar oleh putusan berkekuatan hukum tetap, jelas saya marah, kecewa, dan tidak terima. Siapa dalang di balik penyingkiran saya dari pencalonan anggota MRPB? Begitu mudahnya kah orang dituduh Makar dan dijegal dari jenjang karir? Negara macam apa yang pejabatnya mematikan karir warga negara hanya berdasarkan gosip dan bukan ketetapan hukum?

Rasa sakit hati tidak terbendung, saya makin deras meneteskan air mata. Dengan suara keras dan tegas saya sampaikan kepada semua Anggota Panpil maupun Panwaspil bahwa saya minta bertemu langsung dengan Forkopimda guna minta pertanggungjawaban. Saya beserta keluarga ingin mendapat klarifikasi langsung karena tuduhan Makar terhadap saya muncul dari hasil pertemuan Panpil dan Forkopimda.

Saya pun minta kesempatan klarifikasi itu tidak boleh lama, harus besok pada tanggal 1 Juni 2023. Namun sayang sekali permintaan saya tidak ditanggapi oleh Panpil. Akhirnya pada tangggal 2 Juni 2023 kurang lebih pukul 11.30 WIT, saya beserta keluarga mendatangi Polres Fakfak untuk membuat Pangaduan dengan laporan Pencemaran nama baik.

Setelah dimintai keterangan oleh salah anggota polisi yang bertugas, kurang lebih 30 menit saya konsultasi, lalu diminta membaca format surat pengaduan dan usai setuju dengan redaksional isi pengaduan, selanjutnya saya dipersilahkan untuk menanda tangani surat tersebut. Aduan saya teregistrasi dalam Laporan Pengaduan Nomor : STBLP/134/VI/2023/SPKT, tanggal 02 Juni 2023.

Setelah surat tersebut ditanda tangani oleh salah satu petugas, lalu saya diberikan satu lembar surat, yang menyatakan bahwa tanda terima Pengaduan sudah diterima oleh pihak kepolisian dan akan ditindak lanjuti. Kemudian sebelum pamit dari ruangan, saya minta agar kasus ini segera proses secepatnya, karena dampak dan kerugiannya luas, termasuk kepada keluarga saya.

Setelah saya menyampaikan itu, salah satu anggota polisi menjawab, bahwa permohonan saya akan disampaikan ke Kapolres dan saya dipersilakan datang lagi pada hari Selasa, tanggal 6 Juni 2023, untuk menemui petugas bagian Reskrim.

Pada Selasa, tanggal 6 Juni 2023, kurang lebih pukul 14.30 WIT, saya bersama keluarga datang ke ruang Reskrim dan menanyakan tindak lanjut pengaduan kami. Surat tanda terima laporan saya tunjukan kepada petugas, kemudian Anggota Reskrim memeriksa di lingkungan Polres Fakfak. Setelah itu anggota tersebut datang menemui kami dan menyampaikan Reskrim belum menerima surat yang saya pegang dan setelah di-kroscek surat tersebut masih berada di meja Kapolres.

Saya pun menanyakan kepastian waktu surat pengaduan saya kapan ditindak lanjuti, anggota Reskrim tersebut menjawab bahwa kalau masih ‘’ditahan’’ sama Kapolres, anggota pun belum bisa memberikan kepastian. Setelah itu saya dan keluarga mengucapkan terima kasih kepada anggota Reskrim tersebut dan kami pamit pulang.

Pada 11 Juni 2023, saya mendapatkan surat Nomor : B/378/VI/Res.1/2023 dari Reskrim Polres Fakfak yang berisi undangan klarifikasi. Pada 12 Juni 2023 saya datang ke Polres Fakfak untuk memberikan keterangan dalam BAP. Antara pukul 10.00-17.00 WIT saya dimintai keterangan oleh Penyidik. Setelah itu saya pulang dan berpikir untuk nekad ke Jakarta guna mengadukan diskriminasi yang saya alami ini.

Tuduhan Makar ini merupakan cerita miris bagi saya. Hingga saat ini dari berbagai pihak berwenang belum ada langkah-langkah yang jelas dan adil terhadap saya. Pembenaran tuduhan Makar terhadap saya diucapkan dengan lantang di depan saya oleh Panpil, namun tidak disertai bukti tertulis dari institusi terkait. Cap Makar sembarangan dituduhkan pada saya, juga saudara Erna Hilda Wagab dan Saudara Alfa Rohrohmana. Apa dasarnya? Ingin menjegal saya dari pencalonan?

Ada apa dan mengapa ini terjadi? Ini ulah siapa? Saya sampai saat ini, tidak diberikan surat tertulis dari pihak Panpil atau Panwaspil yang menyatakan saya terlibat Makar, padahal mereka berani lantang mengatakannya di depan semua orang. Ada apa? Jika benar saya melakukan tindakan Makar, saya minta bukti yang akurat dan  dapat dipertanggungjawabkan oleh pihak-pihak yang menuduh.

Jangan jadikan isu Makar sebagai opini untuk mennggugurkan saya dalam mengikuti tahapan perekrutan calon annggota MRPB Periode 2023–2028. Ini jelas diskriminasi dan melanggar HAM. Forkopimda dapat pasokan data darimana sehingga tuduhan Makar tiba-tiba jatuh kepada saya dan keluarga? Ini sungguh tidak adil.

Pak Presiden, Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Bukankah saya berhak menuntut nama baik dipulihkan? Saya pun berhak mendapatkan perlindungan Hukum yang seadil-adilnya. Demi menunjukkan tekad dalam memulihkan nama baik, dalam beberapa hari ke depan saya akan ke Jakarta untuk mengadu ke Komnas HAM, Komnas Perempuan, Ombudsman, dan badan-badan lainnya yang dapat memberikan saya keadilan hukum.

 

*Rilis*

Share this Link

Comments are closed.