CERPEN – Kota Nabire di suatu pagi setelah konser bermegah di bibir Pantai Maaf, sekarang Pantai Nabire. Sunrise menemani saya dan orang-orang yang sudah keluar pagi buta, untuk olahraga dan aktivitas lain. Saya bertemu beberapa mama-mama Papua yang sibuk membersihkan sampah di jalan utama kota Nabire; mengendong noken besar berisi karung putih diatas kepala dan bergantung kalung taring babi dileher. Cahaya sunrise menembus pohon-pohon cantik di tengah jalan utama Oyehe ke Lagari. Jalan terlihat sepi, hanya terdengar bunyi sapu dari tangan Mama Papua dan bunyi motor yang berlari pelan.
Lewat muka Pantai Nabire, saya berhenti dengan cepat memotret pesawat Wings Air yang sedang terbang diatas kepala Pantai Nabire. Saya tidak tau apakah hasilnya baik sesuai jenis photo oleh seorang seniman fotografer. Yang pasti saya memotret dengan menyukai hitam putih. Ada momen yang belum pergi dari perayaan hari lingkungan hidup internasional oleh Pemerintah Provinsi Papua Tengah dengan PT. Freeport.
Saya terkesan untuk berkeliling melihat apa yang sebenarnya mereka tinggalkan di Pantai Nabire setelah aksi pungut sampah dan menanam pohon. Momen hari lingkungan ini ramai di media sosial online dan cetak, nama PT. Freeport yang di pimpin seorang tokoh bisnis dan musisi Indonesia Tony Wenas muncul di Papua Tengah. Ada jalan long March dari kantor Gubernur Papua Tengah sampai di Pantai Nabire. Di ramaikan oleh lebih banyak ASN Kabupaten Nabire dan Provinsi Papua Tengah dengan mengenakan baju putih bertulisan ”Lawan Plastik Pelihara Bumi”
Beberapa orang non Papua (mas-mas) sedang bongkar besi-besi yang bersambung menjadi panggung selama dua hari lebih perayaan hari lingkungan hidup yang mengundang artis Papua seperti Mace Purba, Papua Akustik dan pelawak Yewen. Mas-mas mereka sedang sibuk membongkar panggung, hanya sebagian kecil belum di angkut pergi dari Pantai Nabire.
Saya melihat dari tempat saya duduk di wilayah stan nexfood ke arah berdirinya panggung hari lingkungan sedunia; dibawah pohon Ketapang dekat pesisir pantai, langit cerah menemani orang-orang yang bekerja pagi hari. Ada banyak tumpukan sampah plastik berseliweran depan posisi panggung memperingati hari lingkungan, sampai di pinggir jalan raya yang menghubungkan wilayah Kalibobo pusat pasar, rumah warga dan pusat kota perkantoran Provinsi Papua Tengah dan Kabupaten Kota Nabire, ujung Bandar Udara Douw Aturure.
Saya berpikirnya berbeda, acaranya lingkungan hidup dengan quotes melawan plastik di baju tetapi meninggalkan banyak sampah plastik. Bibir pantai yang indah dengan senyum kecil cahaya sunrise diatas pundak bukit Kaliharapan. Dua orang pria dewasa dan remaja sedang sibuk tarik jaring dari dalam laut ke darat. Menangkap Ikan. Saya ingin ajak bicara tentang lingkungan.
“met pagi,” kata saya sampai dekat dua pria. Sepertinya anak dan bapa.
“pagi juga,” balas bapaknya sembari melihat saya.
“adoh kemarin acara lingkungan baru sampah plastik masih banyak ini?” kata saya sambil melihat arah panggung yang sedang mereka bongkar dan memandang sampah plastik yang terbuang ke arah pantai.
“itu lagi, dong kalau mau benar-benar itu, dong bayar mama dong yang biasa setiap hari bersihkan sampah boleh, itu baru bisa setiap hari bersih nanti,” respon bapaknya sambil kita bersama melangkah pelan. Ia mengendong jaring diatas bahu yang sudah basah dengan air garam.
“itu lagi benar bapak,” balas saya sambil saya melihat enam pohon yang ditanam Presiden PT.Freeport, Setda Provinsi Papua Tengah dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Papua Tengah. Saya berhenti melihat dan anak bapa lanjut membuang jaring menangkap ikan.
Enam titik pohon Ketapang yang ditanam di pesisir laut, diatas pasir Pantai Nabire. Saya berpikir, pohon yang sedikit ketimbang banyaknya berita yang saya ketemu di koran cetak dan online kemarin setelah acara puncak, lebih banyak juga sampah plastik pagi ini di sekitar panggung dan bibir pantai Pantai. Beberapa kali saya memotret aktivitas pembongkaran panggung lapis dengan sampah plastik bertabur dibeberapa titik.
Mama Papua sedang menyapu dengan sedikit bungkuk dengan sapu garuk karet biru; tepat depan tulisan Pantai Nabire berbatu semen, sampingnya baliho besar bertulisan hijau “Aksi Pungut Sampah Dalam Rangka Memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2023”
Sudah Jam 06:38 pagi, waktu di Papua Tengah Pantai Nabire. Pria kurus tua berambut panjang dan dua anak remaja non Papua sedang duduk memandang kendaraan yang melewati ke arah Oyehe dan Kalibobo. Terlihat menikmati pagi yang sejuk dengan warna sunrise yang indah di sebelah Nabire Timur.
“pagi mama, sampah banyak yang dong kasi tinggal e, kegiatan kemarin itu,” kata saya langsung provokasi untuk mendapati jawaban.
“pagi juga, io begitu sudah, kemarin sore juga sa bersihkan sampe cape. Padahal hanya kami dua saja, sa dengan teman satu, kami dua tinggal di Morgo situ, hanya kami dua yang bersihkan, tapi mereka tidak bayar kami,” cerita Mama Papua yang bertugas bersihkan sampah di Pantai Nabire.
“Io kah mama?” tanya saya heran.
“Io, dong bayar ke Pemda tapi Pemda dong tidak bayar kami. Kami dua hanya dapat dari mereka yang jualan disini, satu minggu mereka kasih 200 ribu,” lanjut cerita Mama Papua sambil menunduk kumpulkan sampah plastik lagi dan lagi.
Pagi sudah jam 07:02 waktu di Papua Tengah begitu cepat geraknya, pesawat Maf kecil terbang diatas kepala di ujung bibir Partai Nabire. Pagi yang sejuk dan dingin bersama aruman plastik sampah yang lebih tajam. Saya memotret beberapa bagian yang saya berpikir perlu. Saya pamit dengan Mama. Pergi kembali ke Pantai Wakimonar, tempat saya duduk sebelum berjalan keliling arah timur Pantai Nabire.
Kota Nabire Papua Tengah sudah ramai, terasa ada perubahan yang terjadi, banyak acara tentu banyak juga plastik yang dihasilkan. Banyak kendaraan dengan berlari cepat ke sekolah hanya untuk anak mereka terlambat masuk. 30 menit lebih di Pantai Nabire, dekat wilayah nexfood; teratur dan menyenangkan untuk duduk. Saya tidak bertemu teman lama atau teman baru keluar pagi lalu menyapa dengan senyum yang membahagiakan.
Saya ingin bertemu teman-teman tapi tidak terjadi. Melihat hanya mereka, orang-orang non Papua yang sedang menyimpan panggung besi depan sampah plastik yang bertumpuk. Mungkin bertanda mereka kerja lebih dahulu dari kita yang bekerja tetapi lambat. Apakah cara kita memperlakukan pagi adalah suatu makna tentang hidup? Semoga kita memahami sendiri dari setiap momen yang kita alami setiap saat.
Semoga nanti ada acara yang lebih membuktikan yang sebenarnya di hari besar lain. Tidak hanya datang membawah pergi nama yang baik tetapi meninggalkan sesuatu yang salah. Akhir kata, Tuhan memberkati setiap usaha manusia dimana saja sesuai niat yang ingin memajukan manusia dan daerah.
(Nomen Douw)