Oleh: Marcelino W Pigai
Pagi ini mencerah dan mentari di Puncak Egeida sudah siap menyinari bumi Paniai Papua. Suasana alam yang cantik ini menghangatkan perjalanan kebersamaan kita yang sudah berjalan berapa malam kedukaan di sebuah rumah Emawa di kampung Kotoweta. Emawa merupakan salah satu rumah khas suku Mee yang dianggap bagian dari rumah huni yang masih terus diwarisi kini. Dalam Emawa ini ditempati puluhan pemuda dan orang tua yang kelahiran paling tertua berada 40-an tahun atau kelahiran sejak tahun 80-an.
Di hari ini, apa yang terjadi di masa lalu, berkaitan dengan status politik Papua dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia? Pertanyaan ini mengantarkan suasana kebersamaan kita memasuki dunia masa lalu dengan memutar memori masa lalu 1 Mei yang menentukan keberadaan hidup kita sebagai satu bangsa Papua. Satu Mei dipandang sebagai penerjemahan dari salah satu poin yang termuat dalam rumusan perjanjian New York. Rumusan perjanjian New York belum melibatkan orang asli Papua sebagai subyek dan obyek yang dimasalahkan dari sengketa antara Belanda dan Indonesia.
Satu Mei sebagai awal dari pencaplokan Papua kedalam Indonesia. Sebagian besar orang asli Papua yang bukan pro NKRI, satu Mei dipandang sebagai awal malapetaka bagi tanah dan manusia Papua. Narasi malapetaka direproduksi akibat praktek penanganan Indonesia yang belum seutuhnya membebaskan dari praktik penjajah yang ditemukan dari berbagai formula kebijakan dan perundangan yang berisikan penindasan, kekerasan dan pembunuhan, marjinalisasi dan pengabaian hak-hak fundamental yang harus dihadirkan di bumi Papua.
Narasi-narasi yang masih hidup dan dihangatkan kembali dalam diskusi yang memakan waktu hampir 4 jam di Emawa. Ada penyamaan persepsi dan kesimpulan penggabungan Papua kedalam Indonesia sebagai bentuk praktek penggabungan secara tidak meyakinkan dan mendapatkan kesepahaman sesuai prinsip-prinsip demokratis, dan instrumen hukum yang mengikat, yang termuat sesuai perjanjian New York. Salah prinsip dan metode one man one vote dirubah kedalam kebiasaan Indonesia dengan metode musyawarah atau banyak orang satu suara atau suara mewakili kelompok komunitas.
Pendekatan musyawarah didukung penegakan keamanan. Alhasil proses plebisit hanya dapat dilakukan dengan diwakilkan sesuatu kemauan Indonesia, dengan sejumlah 1.025 orang. Semua itu ditentukan dibawah ancaman dan kekerasan militer Indonesia. Karena itu proses penggabungan berlangsung dibawah pendekatan kendali dan kontrol yang militeristik. Indonesia menguasai dan mengambil Papua dengan kekuatan militer. Itulah sampai kini, Papua belum ditamatkan dari Indonesia mempertahankan Papua dengan operasi-operasi militer, maupun kebijakan militeristik.
Papua dikepung investor
Indonesia sebagai negara bagian yang tidak terpisahkan dari satu-kesatuan negara bangsa di dunia. Kesatuan ini dihubungkan melalui berbagai kerjasama antarnegara dalam berbagai sektor ekonomi. Keterhubungan Indonesia ini tidak memisahkan Papua berada dibawah kepungan kepentingan ekonomi global. Kepentingan ekonomi di sektor pertambangan, perkebunan sawit, industri kayu dan industri pasokan makanan. Berbagai aktivitas bisnis ekonomi lainnya.
Pemekaran wilayah provinsi dan kabupaten yang sudah dimekarkan, ada pihak yang dinilai sebagai strategi politik yang mendukung kepentingan investor. Papua Tengah sudah menjadi wilayah terkaya kandungan tambang emas yang sudah terkonfirmasi mulai dari Blok Wabu. Selain itu, sesuai hasil temuan kajian saya, terdapat Blok B Freeport Indonesia yang berlokasi di mogo-mogo (masyarakat suku Mee wilayah Paniai Barat Obano menyebut Mogo Mugu) Paniai Barat, Komopa, Ular Merah di Waropen, dan Pugotadi. Selain itu termasuk pegunungan Weiland yang sudah dimulai upaya komunikasi pihak perusahaan dengan Masya setempat tetapi mendapatkan penolakan.
Papua pegunungan lainnya juga terdapat rencana tambang. Sementara wilayah pesisir pantai dan bagian daratan yang berawa-rawa di Papua, menjadi basis Investa industri kayu dan industri perkebunan kelapa sawit. 42 perusahaan sawit yang tergabung dalam mefe Korindo di Merauke yang menguasai sejumlah lahan 42 juta hektar. Sedangkan di wilayah Papua bagian kepala burung (Papua Barat dan Papua Barat Daya) selain sebagai investasi sawit, terdapat juga sebagai wilayah kandungan tambang minyak yang dikeruk perusahaan seperti BP lng tangguh di Bintuni dan Sorong.
Gambaran peta operasi bisnis investor yang diuraikan di atas ini menggambarkan, Papua dibedakan menjadi dua basis wilayah kepungan kepentingan investor. Wilayah pegunungan dijadikan sebagai wilayah investasi tambang terutama kandungan mineral dan batubara. Sementara wilayah pesisir dan rawa-rawa dibasiskan sebagai wilayah investasi kelapa sawit dan operasi perusahaan tambang minyak, serta termasuk industri kayu. Itu semua sudah dimulai sebelum dan sesudah Papua sudah dicaplok ke dalam Indonesia.
Budaya konsumsi Produk investor
Selama ini Papua bukan salah satu yang ditempatkan sebagai daerah produksi produk kemasan tertentu dalam jumlah yang besar dan berjalan secara berkelanjutan. Produksi yang dioperasikan oleh orang asli Papua. Misalnya dalam beberapa waktu belakangan, dari sejumlah perusahaan yang dijelaskan sebelumnya, belum ada orang asli Papua yang menduduki sebagai pengelola apalagi pemilik saham yang mayoritas. Itu semuanya ada dibawah kekuasaan dan kepuasan yang membahagiakan kapitalis (pengelola dan pemilik saham yang diuntungkan sebagai bukan orang asli Papua).
Tanah Papua dan manusia Papua dininabobokan dengan improvisasi dan distribusi produk-produk kemasan yang sudah diproduksi dari orang dan daerah lainnya. Pelosok-pelosok kampung Papua sudah dihubungkan dengan berbagai produk kemasan. Hampir tidak ada daerah yang belum mendapatkan kepungan dari produk-produk itu. Produk ini didistribusikan melalui pedagang-pedagang pelaku usaha menengah ke bawah terutama di pedalaman kampung Papua. Distributor ini perpanjangan tangan dari pelaku usaha menengah ke atas di sentral kota kabupaten dan provinsi.
Toko itu dan kios banyak yang menjualnya produk semacam furniture, ada juga produk pakaian dan aksesoris perlengkapan rumah, dan bakery shop, ataupun sembilan bahan pokok yang sudah sampai di perkampungan. Kios-kios dan toko itu dipunyai dan digerakkan pedagang non Papua. Sekitar belasan kios menguasai kampung di wilayah Paniai Barat Obano. Enarotali diisi puluhan pedagang kios.
Hasil jualan kios dan toko lebih banyak belanja dan dikonsumsi orang Papua dan sudah menjadi satu pola konsumsi yang membudayakan. Meskipun bukan sebagai pangan utama. Hampir dilupakan pangan pokok berupa ubi atau petatas yang diganti beras, gula ya diganti tebu, bahan bangunan diganti dengan produk semacam batako semen ( termasuk kayu dan balok yang diolah stan kayu) diganti papan cincang, seng diganti atap daun, paku diganti tali rotan. Itu semua mulai terjadi bersamaan kebijakan pemerintah Indonesia yang memaksa orang asli Papua memulai Pola hidup baru dengan ditandai membangun rumah semi modern yang kini masih diteruskan sejak sekitar tahun 1971.
Kolonialisme Gaya Baru
Duduk kebijakan pemerintah negara yang dibangun selain kegiatan ekonomi yang berjalan dan berdampak pada degradasi akut terhadap lingkungan alam yang berpengaruh kuat terhadap keberadaan hidup orang asli Papua, pergeseran pola hidup dan pola makan yang sehat dan harus kembali ke alam menjadi bergantung pada produk kemasan industri dan perusahaan tertentu. Itu semua menempatkan orang asli Papua dan tanah Papua menjadi lahan bisnis yang berjalan selama ini.
Pemerintah Negara hanya menempatkan urusan bisnis nomor satu, urusan bisnis yang digerakkan kaum pendatang sebagai orang Indonesia ataupun bukan Indonesia yang menginvestasikan saham yang mengoperasikan bisnis di tanah Papua. Pola pikir yang diperlihatkan melalui skema ekonomi politik yang ditandai dengan kebijakan dan kegiatan ekonomi yang berjalan adalah bentuk menjajah. Model penjajahan yang dileburkan dalam urusan ekonomi politik yang terdesain secara integratif, terstruktur, dan masif.
Belum lagi rayuan perasaan dan cara pandang baru yang dibangun dengan kebijakan bantuan langsung tunai, yang tidak sedikit mengubah gaya hidup sebelumnya harus banting tulang mengelola alam menjadi bergantung, ini sejalan dengan kebijakan raskin yang sudah membiasakan pola makan baru sudah berhasil budaya konsumerisme, termasuk pembiaran bisnis togel yang digerakkan oleh pendatang termasuk aparat keamanan polisi dan TNI secara langsung ataupun berdiri dibaliknya. Itu Semua berhasil menumbangkan kemandirian hidup yang tidak biasa bergantung kepada manusia, telah menaklukkan orang asli Papua tunduk dan hidup dari membuka tangan.
Budaya membuka tangan bukanlah warisan leluhur. Tentu saja tradisi budaya modernisme yang membantu kolonial menaklukkan kesadaran palsu masyarakat. Model penjajahan ini yang ditonjolkan melalui berbagai kebijakan yang memuluskan praktek bisnis. Dalam satu sisi mengkonstruksi budaya konsumerisme sementara di sisi lainnya ikut membangun ketergantungan membangun karakter hidup baru yang ditentukan orang lain. Itu semua diceritakan pemuda yang menguasai dan menduduki di rumah Emawa.
Berani Berontak
Satu Mei yang belum pernah jujur dan terbuka melibatkan orang Papua dalam proses penyerahan Papua dari Belanda kepada Indonesia. Oleh rumusan perjanjian New York yang sama sekali tidak ada satu unsur pun yang dilibatkan sebagai subyek dan obyek hukum yang mengikat proses penyerahan Papua ke Indonesia. Berbagai upaya tetap saja dilakukan pemerintah Indonesia untuk mempertahankan Papua ada di bawah pangkuan Indonesia. Salah satunya dengan memproduksi kebijakan dan perundangan yang melegalkan operasi bisnis berjalan di Papua. Bisnis dalam skala besar yang tingkat internasional, nasional maupun lokal.
Penguasa bisnis ekonomi dan politik terus melengserkan Papua sebagai subyek yang harusnya dinomorsatukan sebagai tuan yang berhak penuh mengatur segala urusan bisnis. Tapi justru mendapatkan serangan dan marjinalisasi yang akut dan bisa memungkinkan tertindas yang luar biasa di tanah air. Itu semua menerjemahkan Indonesia terkesan Papua ada di antara kepungan kepentingan investor dan pelaku bisnis pedagang non orang asli Papua. Oleh karena itu perlu ada upaya pemutusan rantai ketergantungan dan kembali ke tanah air dan bergantung hidup pada tanah air.
Yance salah satu pemuda yang memiliki rekam jejak yang menyimpan bagaimana harus dan kembali menjadi pribadi sejatinya anak bangsa tidak bergantung. Ia memberikan keterangan yang dibuatnya selama beberapa tahun sebelumnya. Ia melepaskan dan membiarkan tubuhnya tidak dirasuki hasutan berbagai keinginan hidup bergantung pada produk-produk yang ditawarkan dari investor dan distributor pedagang. Bahkan kemasan Ajinomoto sekalipun tidak membiarkan mulutnya mencicipi rasanya. Ia mengatakan hidupnya merasa kebebasan dari keterikatan-keterikatan buatan kesadaran palsu yang terselip di balik konsumsi produk kemasan industri dan perusahaan tertentu.
Selain Yance, pemuda bernama Yunus. Ia memberikan keterangan mengenai kebiasaan pola konsumsi yang tidak termasuk sebagai daftar menu konsumsi buatan industri dan perusahaan tertentu. Salah satunya gula kemasan dan minuman jus-jusan termasuk minuman kemasan yang bercampur dengan pewarna. Selama belum termasuk sebagai daftar menu konsumsi, belum banyak pengeluaran, kesehatan merasa berbeda sehat ketimbang masih konsumsi itu. Oleh karena penggantinya, baik Yance maupun Yunus selalu mengambil dan mengonsumsi makanan lokal yang tersedia alam.
Terlepas dari berpuasa ataupun membiarkan produk kemasan dari daftar menu konsumsi harian yang mengandung unsur kimia dan zat adiktif. Semangat kembali ke alam harus sudah dimulai dari aksi personal kemudian aksi kelompok. “Ekina naa munido tiwi, okai kouya inoka agiyo wodamake taine ekina mege motiya keiya” (piara babi, melalui bisnis penjualan melaluinya bisa membeli kebutuhan lainnya). Eto kouko inepa make ewaa kita kodoya, topita bage keina nee keitaigai nakoo enaa kodoya (tebu sudah ada dan berasal dari sini tapi seandainya sarjana yang selesai pendidikan memproduksi gula, anak lebih baik) kata Yance.
Kesimpulan yang dinarasikan dalam ruang diskusi ini. Orang asli Papua harus kembali ke tanah air. Hidup yang sejati tidak dapat ditemukan dalam berbagai kebijakan yang diproduksi negara dan pelaku bisnis yang hadir dengan produk-produk kemasan. Tetapi hanya dapat ditemui melalui kerja-kerja lahan kebun, mengelola hutan, danau atau laut, rawan dan umum bergantung hidup pada alam. Sekalipun seorang pegawai negeri sipil, apalagi pekerja perusahaan, pekerjaan itu hanyalah sementara masa waktu yang bisa beroperasi karena ijazah yang berlaku, tapi suatu hari akan berakhir. Oleh karenanya semua orang Papua harus hidup berdaulat atas tanah air.
Penulis adalah Aktivis Papua dan mantan koordinator Amnesty International Indonesia Chapter Universitas Papua.