(Update sidang lanjutan perkara Abraham Fatemte)
SORONG – Proses sidang lanjutan perkara Abraham Fatemte dilakukan kemarin 05 Januari 2023 jam 15.00 – 15.30 di Pengadilan Negeri Sorong, dengan agenda sidang Pemeriksaan saksi d a charge /saksi meringankan (saksi yang disiapkan Terdakwa).
Dalam sidang ini satu orang saksi disiapkan oleh Terdakwa melaui tim Kuasa Hukumnya, saksi tersebut bernama Adrianus Reyaan. Saksi merupakan seorang PNS, dan saat ini menjabat sebagai kepala Kampung Kolser, Kecamatan Kei Kecil, Maluku Tenggara (Tual).
Dalam keterangannya saksi mengatakan bahwa ia bertemu Abraham Fatemte (Terdakwa) di Kampung Kolser (Tual) sejak pertengahan bulan Agustus 2021, ia bertemu Abraham Fatemte di rumah mertua Abraham. Ia lanjut mengatakan bahwa saat itu mereka warga Kampung melakukan kegiatan kerja bakti pembersihan jalan untuk memperingati 17 Agustus, lalu setelah perayaan 17 Agustus, Ia dan warganya lanjut melakukan kerja bakti lagi untuk menyiapkan festifal Mutikei yang dilakukan pada pertengahan bulan September 2021. Kerja-kerja bakti ini dipimpin langsung olehnya sebagai kepala Kampung.
Untuk kerja bakti persiapan Festifal Mutikan ini mereka menjadwakan satu minggu tiga kali kerja. Dalam kerja-kerja ini Abrahan Fatemte terlihat langsung secara penuh. Abraham saat itu ditugaskan untuk mengunakan mesin rumput membersihkan rumput. Saksi mengatakan Ia yang meminta Abraham untuk terlibat dalam kerja-kerja bakti ini.
Saksi dengan tegas mengatakan bahwa pada tanggal 1 dan 2 September 2021 Abraham Fatemte berada di Kampunnya (Kampung Kolsar), saat itu Abraham sedang terlibat dalam kerja-kerja bakti bersama warga lainnya.
Pada pertanyaan Jaksa dan Hakim, Saksi mengaku telah perna diperiksa oleh seorang penyidik dari Polres Sorsel, dengan waktu yang cepat.
Dalam pertanyaan Jaksa menanyakan kebenaran keterangannya (Saksi) dalam BAP pada nomor 7 dan 10. Pada poin 7 dalam BAP nya tertulis bahwa saksi menagatakan bahwa mengenal Abraham sejak Bulan September 2021, saat itu Abraham tinggal di rumah mertuanya. Serta pada poin 10 tertulis bahwa menurut saksi awal Bulan September 2021 Abraham belum datang di Kampung Kolser.
Jaksa pun berulang kali secara tegas menanyakan kebenaran keterangan saksi, apakah keterangan saksi di BAP yang benar atau kah keterangan saksi yang disampaikan pada sidang ini, Jaksa ajukan pertanyaan ini karena keterangan saksi dalam sidang berbedah dengan keterangannya pada BAP. Jaksa pun menegaskan kepada Saksi dengan berkata saksi telah tanda tangan BAP saat pemeriksaan polisi dan juga telah di bersumpa untuk berikan keterangan yang benar pada sidang ini, ada aturan dalam KUHP yang mengatur jika saksi memberikan keterangan palsu maka dapat dipidana.
Hakim pun kemudian mengatakan kepada Jaksa untuk menindak lanjuti temuan keterangan saksi yang berbeda dalam BAP itu.
Menanggapi pertanyaan Jaksa dan Hakim, saksi tetap pada keterangannya yang disampaikan pada sidang, Ia pun menjawab pertanyaan Jaksa dan Hakim dengan mengatakan bahwa keteterangannya pada BAP itu ia tanda tangan tanpa dibaca terlebih dahulu, karena saat itu ia sedang sibuk, sehingga tidak fokus pada pemeriksaan polisi.
Saksi pun mencabut keterangannya pada BAP kepolisian setelah hakim menanyakannya. Sidang pun ditunda dan akan dilanjutkan kemudian dengan agenda sidang memeriksa saksi verbalisan (polisi pemeriksa saksi).
Abraham Fatemte Korban Kriminalisasi : Proses hukum tidak adil dan penuh rekayasa Abraham Fatemte adalah warga sipil Maybrat, korban salah tangkap aparat, lalu dikriminalisasi oleh kepolisian dan Jaksa melaui proses hukum ditingkat kepolisian hingga persidangan.
Abraham Fatemte ditangkap oleh Polisi di dekat Aimas Sorong pada 24 Maret 2021, ia ditangkap tanpa bukti yang kuat dan sah, serta penangkapannya dilakukan secara inprosedural, Polisi menangkapnya tidak sesuai SOP, alias mereka melakukan tindakan pelanggaran hukum, lalu polisi menanhannya di Rutan Polres Sorong Selatan, kemudian dilimpahkan pada Kejaksaan Negeri Sorong, lalu disidangkan di Pegadilan Negeri Sorong sejak Bulan September 2022.
Polisi dan Jaksa menuduhnya terlibat dalam penyerangan pos Koramil Persiapa Kisor, Maybrat, dan Penbunuhan 4 anggota TNI yang terjadi pada 02 September 2021. Polisi dan Jaksa menjeratnya dengan Pasal 340 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, Pasal 338 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, Pasal 179 ayat (2) ke 3 KUHP, Pasal 353 KUHP jo. Pasal 54 ayat (1) ke 1 KUHP.
Tuduhan kepolisian dan Jaksa ini tidak berdasar, Abraham tidak terlibat dalam tindakan penyerangan dan pembunuhan empat anggota TNI sebagaimana dimaksud. Saat peristiwa daksud terjadi Abraham Fatemte sedang berada di Kampung Kolser, Maluku Tenggara (Tual), bersama istrinya, ia di Tual dengan tujuan menemani istrinya untuk melahirkan/bersalin. Ia telah berada di Tual sejak bulan April 2021 dan Ia baru kembali ke Sorong pada 22 Desember 2021.
Perkara Abraham Fatemte merupakan politik pencitraan (Politik Klarifikasi publik) Aparat. Abraham Fatemte warga sipil menjadi tumbal sebagai politik pencitraan aparat TNI polri di Papua dalam menjalankan kebijakan keamanannya.
Penangkapan Abraham Fatemte dan warga sipil lainnya (Melkyas Ky, Alm. Abraham Mate dan 6 orang warga yang telah dipidana) dalam kasus proses hukum peristiwa Kisor Maybrat, dan juga proses hukum warga tak bersalah lainnya yang dituntut bertanggung jawab atas suatu peristiwa yang tidak mereka lakukan adalah merupakan cara yang lasim digunakan oleh aparat dalam melakukan klarifikasi publik (strategi klarifikasi publik) dalam peristiwa-peristiwa kekerasan di Papua, cara ini digunakan untuk menjelaskan kepada publik bahwa aparat telah mengendalikan situasi keamanan, ini kemudian dibuktikan oleh aparat melaui orang-orang yang telah ditangkap itu.
Pihak aparat tidak mementingkan tentang kebenaran, atau keadilan, namun yang terpenting adalah publik nasional percaya bahwa situasi (yang awalnya terjadi konflik) telah dikendalikan.
Kasus penangkapan salah warga sipil untuk kepentingan klarifikasi publik ini telah banyak terjadi dalam berbagai kasus di Papua, bahkan terjadi juga dalam kasus penetapan DPO warga sipil Maybrat dalam peristiwa ini. Contoh kasus, seorang anak asal Maybrat yang bersekolah di Manokwari, aparat menetapkannya sebagai DPO. Kesalahan ini terbukti dengan nama dan wajah (muka) orang anak tersebut yang berbeda, yang dipublikasi pada berbagai baliho ditempat publik.
Contoh kasus lainnya adalah penangkapan Steven Itlai dan Buktar Tabuni pada tahun 2019 dengan tuduhan terlibat dalam kerusuhan kasus Rasisme 2019, padahal keduanya tidak terlibat. Dalam proses hukum keduanya, kepolisian dan Jaksa pun kebingunan menetapkan tindak pidana yang tepat, ini terbukti melaui pengunaan Pasal-Pasal Karet yang banyak diterapkan kepada keduanya, namun kemudian dalam pemeriksaan di sidang keduanya tidak terbukti terlibat kasus kerusuhan Rasisme, mereka pun kemudian dituduh tanpa dasar yang kuat dengan tuduhan melakukan Makar.
Mereka ditangkap dengan tuduhan lain, dan dihukum dengan tuduhan yang lain pula.
Oleh :
Yohanis Mambrasar, SH
Tim Kuasa Hukum/Advokat PAHAM Papua
No Kotak : 081221611871
Sorong, Jumat 6 Januari 2023