Fakfak, majalahkribo.com – Ketua Pemuda Katolik Komisariat Cabang (KOMCAB) Fakfak, Bartolomeius Nauri, menyatakan keprihatinan atas keterlibatan pihak Gereja Katolik dalam polemik Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) dari jalur pengangkatan Katolik.
Menurut Bartolomeius, Hirarki Gereja Katolik Keuskupan Manokwari-Sorong (KMS) dinilai tidak netral karena memberi ruang kepada kelompok tertentu untuk menjalankan praktik politik praktis yang berpotensi memecah belah umat Katolik.
“Umat Katolik itu bukan hanya di Manokwari. Ada wilayah pastoral lain yang juga punya hak representasi dalam keanggotaan MRPB. Hirarki seharusnya netral dan tidak berpihak,” tegas Bartolomeius dalam pernyataan sikap resminya.
Ia menilai, sikap sepihak dari Hirarki KMS telah mengabaikan prinsip keterwakilan umat secara menyeluruh di wilayah Papua Barat.
Selain itu, Pemuda Katolik Fakfak juga menyoroti keterlibatan sejumlah oknum awam dalam proses seleksi yang dianggap membawa agenda politik praktis ke dalam ranah gerejawi. Bartolomeius menyebut tindakan tersebut mencoreng nilai-nilai gereja dan mengancam persatuan umat.
Sebagai bentuk sikap tegas, Pemuda Katolik KOMCAB Fakfak menyampaikan beberapa poin penolakan terhadap proses PAW yang dinilai tidak sesuai prosedur. Mereka menyatakan dukungan terhadap Kesbangpol Provinsi Papua Barat untuk menindaklanjuti proses PAW berdasarkan Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 8 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pemilihan Anggota MRPB.
>“Kami mendukung pelaksanaan PAW berdasarkan aturan hukum, termasuk usulan nama calon dari daftar urut berikutnya,” ujarnya.
Pemuda Katolik Fakfak juga menyatakan dukungan terhadap pengajuan Cyrillus Adopak, SE., MM. sebagai calon pengganti antar waktu. Nama tersebut dianggap sah karena telah ditetapkan melalui SK Panitia Pemilihan Anggota MRPB No. 15/SK/PANPEL-MRPB/5/2023, hasil dari musyawarah lembaga keagamaan yang resmi.
Sebaliknya, mereka dengan tegas menolak surat pernyataan dukungan dari kelompok yang mengatasnamakan diri Komunitas Doa Katolik Etnis Papua. Kelompok ini dianggap tidak termasuk dalam struktur kategorial resmi Gereja Katolik dan surat dukungan yang mereka keluarkan dinilai sarat dengan kepentingan individu.
Bartolomeius juga mengecam keterlibatan Vitalis Yumte, yang sebelumnya menjabat sebagai anggota panitia seleksi, namun kini justru memberikan dukungan kepada pihak di luar mekanisme resmi.
Selain itu, Pemuda Katolik Fakfak menolak pencalonan Alloisius B. Yeum, karena yang bersangkutan disebut tidak pernah mengikuti proses seleksi dan tidak terdaftar dalam keputusan resmi panitia pemilihan.
“Kami mendesak agar Pemerintah Provinsi Papua Barat menjalankan kewenangannya sesuai aturan yang berlaku,” kata Bartolomeius.
Sebagai penutup, Bartolomeius mengajak seluruh umat Katolik di Papua Barat untuk mendoakan agar polemik ini segera mereda dan proses demokrasi dapat berjalan dengan adil dan damai.
“Semoga polemik ini segera berakhir demi terciptanya demokrasi yang sehat dan damai di Tanah Papua Barat,” pungkasnya.