Fakfak, majalahkribo.com – Ketua Pemuda Katolik Komisariat Cabang Fakfak, Bartolomeus Nauri, melontarkan kritik tajam terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Minuman Keras (Miras) yang kini dibahas oleh DPRD Fakfak. Ia menilai regulasi ini berpotensi diskriminatif dan sarat kepentingan, terutama jika hanya menyasar Miras lokal.

“Kami tidak menolak penertiban Miras, tapi harus adil. Kalau Miras lokal dilarang, maka Miras impor juga harus ditutup. Jangan sampai yang diuntungkan hanya pengusaha besar, sementara petani nira dikorbankan,” tegas Bartolomeus dalam pernyataan tertulis yang diterima redaksi.

Menurutnya, pemerintah selama ini terkesan memberi karpet merah bagi peredaran Miras impor, sementara hasil fermentasi lokal dari masyarakat ditekan habis-habisan. Padahal, ribuan keluarga menggantungkan hidup dari usaha tradisional ini untuk biaya sekolah dan kebutuhan sehari-hari.

Ia juga menantang logika kebijakan yang hanya berfokus pada kadar alkohol sebagai dasar pembenaran. “Kalau alasannya kadar alkohol tinggi, tapi yang diizinkan justru Miras impor, sementara lokal ditutup, itu kebijakan cacat logika dan diskriminatif,” ujarnya lantang.

Lebih dari sekadar alkohol, Bartolomeus menegaskan isu ini menyentuh akar keadilan ekonomi. Banyak petani nira di Fakfak hidup dari hasil alam. Menutup akses mereka tanpa solusi alternatif, menurutnya, hanya akan memantik gejolak sosial baru.

“Ini bukan cuma soal minuman keras. Ini soal ruang hidup rakyat kecil yang makin disempitkan. Sementara distribusi Miras ilegal yang tak bertuan, justru dibiarkan mengalir bebas. Ada apa ini?” sindirnya tajam.

Bartolomeus juga menduga ada praktik kotor di balik lancarnya peredaran Miras ilegal di pasaran. “Kalau mau tertibkan, mulai dari yang di atas. Jangan rakyat kecil terus yang jadi tumbal. Jangan pura-pura tidak tahu soal distribusi ilegal,” tambahnya.

Sebagai bentuk tanggung jawab moral, Bartolomeus turut menyampaikan permohonan maaf atas ketidakhadiran Pemuda Katolik dalam rapat pembahasan Ranperda Miras pada Sabtu, 28 Juni 2025. Namun ia menegaskan, ketidakhadiran itu bukan bentuk pengunduran diri dari proses. “Kami tetap mitra kritis dan konstruktif. Tapi jangan harap kami diam saat keadilan diinjak-injak,” tutupnya. *NO/Ronald*

Share this Link

Comments are closed.