Oleh : Nomen Douw
Majalahkribo.com – Tadi malam, di ruangan yang agak gelap sa nontong film judul “Beast of No Nation.” Sengaja sa matikan lampu biar seperti XXI di kota besar. Sudah lama sa berencana nontong film ini, sepertinya dari tahun kemaring setelah pertama sa lihat dia punya cuplikan atau trailer. Dari album filmnya sa napsu sekali untuk nonton film ini habis, akhirnya tadi malam baru sa nonton dari applikasi netflix. Ternyata film ini bikin sa kebanyakan sedih karena dong punya wajah ini seperti sa dan teman-teman waktu kecil di kampung Idakebo sekarang Kabupaten Dogiyai.
Pertama film ini menunjukkan kebahagiaan anak-anak dan keluarga di Afrika Barat, seperti sa dan teman-teman waktu kecil di kampung Idakebo, mereka ceria dan bahagia sekali, barmain sepak bola di petang hari, persis seperti kami juga, sekolah mereka diliburkan setelah ada informasi perang antara tentara lokal (milisi sipil) dan Pemerintah, kami tidak menggalami seperti itu walaupun ada transisi politik, ada krisis 1998 tapi kami tidak rasakan karena makanan kami di kampung banyak.
Diujung mulai perang. Kehidupan Agama Kristen di Gereja terlihat ramai dengan nyanyian dan musik rohani, seperti kami dulu di kampung Idakebo. Agu (Abraham Attah) adalah nama bocah berumur dibawah 16 tahun yang jalan hidupnya baik tiba-tiba berubah keras, sakit pikiran atau traumatik psikologis karena kekerasan perang yang berdarah.
Mungkin di Indonesia atau daerah lain, anak dibawah berumur 16 tahun itu mungkin dong sibuk ke sekolah dan bermain game online atau berlari main di alam kampung, tapi beda dengan Agu dan teman-temannya di Afrika Barat sana, tiba-tiba berubah gila, tidak dibayangkan. Kebahagiaan keluarga hancur sekejap ketika ada perintah kalau anak dan perempuan keluar dari wilayah Central Afrika Republic (CAR). Perang akan datang sementar lagi.
“Ingat berdoa pada Tuhan setiap hari, sampai bertemu dalam waktu dekat” Kata Mama Agu dari dalam mobil sambil genggam tanggan Agu sambil nanggis, kepada anaknya, ditengga kerumunan manusia yang sudah sesak dalam mobil dan pinggiran badan mobil.
Hanya Agu punya mama dan ade perempuan yang lolos keluar dari kota, Agu tidak bisa ikut pergi karena penumpan dalam mobil full, manusia baku rampas sampe jatuh-jatuh dipinggir, tidak lama, bunyi tembakan dimana-mana, peluru lewat kiri kanan, Agu dan Dia punya bapa berlari bersembunyi sambil sei-sei dari peluruh yang dilepas dari senjata pro pemerintah. Agu bapa dan kaka mereka sembunyi dalam ruang kosong, seperti gudang begitu dengan beberapa pria lain.
Tentara pemerintah ketemu mereka, mereka diadili diruang terbuka hingga Agu bapa ditembak karena dianggap penjahat di kota depan mata Agu dan Dia punya kaka, Agu dan Dia punya kaka lompat dalam sunggai, pass mau lari, Agu punya kaka jatuh kena tembak, Agu berhenti tapi tidak bisa bantu karena tentara dong kejar dengan hambur tembakan, Agu berhasil lolos hingga hutan-hutan, Dia tidur di hutan sampai besoknya milisi lokal NDF yang dipimpin oleh Commandant (Idris Elba) seorang pemimpin karismatik tangkap Dia. Agu cerita semua kejadian yang Dia alami.
“Pesukan pemerintah membunuh ayahku dan kakaku,” Kata Agu dengan nada sendak-sendak nangis kepada Commandant.
Agu bergabung dengan pasukan anak-anak lainya sudah ada yang pegang senjata senapan serbu AK-47 buatan Uni Soviet atau M-16 buatan Amerika Serikat. Mereka ikut perang setelah Agu dan beberapa teman-temanya latihan perang dan ritual adat di hutan. Agu disuru penggal kepala manusia oleh Commandant depan teman-temannya, ini melatih mental untuk balas dendam atas pembunuhan Agu bapa dan kaka.
“Agu, mereka yang membunuh ayahmu, penggal kepalanya,” Kata Commandant kepada Agu yang sedang menatap ragu korban.
Agu pikiran karena membunuh darah dan perang adalah hal baru, hanya karena situasi untuk mempertahankan hidup jadi Agu tetap melakukannya, Agu muntah saat melihat darah keluar seperti air pipa. Waktu mereka merebut kembali kota, Agu tembak perempuan dewasa dan anak perempuan yang sedang diperkosa oleh tentara senior; Agu ingat mamanya dan ade perempuan yang pergi keluar dari kota. Agu dan teman- temanya membunuh manusia yang ada dikota.
Di markas hutan sebelum perang di kota, Agu mengalami pelecehan seksual dan mengidap kokain dan mengisap ganja, mereka lakukan bersama. Setelah mereka kuasai kota, Commandant bertemu komandan tertinggi Dada Goodblood dan Commandant minta menjadi jendral tertinggi di kota tapi tidak diindahkan karena bukan hanya satu milisi yang berjuang melawan militer pemerintah dan juga Commandant bukan pelaku politik.
“Kau hanya seorang tentara bukan Seorang Politikus, aku yang punya politik,” kata Jenderal kepada Commandant.
Commandant marah, mereka pulang kembali ke markas hutan, sebelum pulang, satu malam Commandant dan beberapa senior tentara tidur dengan perempuan di kota, salah satu tentara yang jago perang, prajurit kepercayaan Commandant ditembak oleh perempuan yang tidur bersama dalam kamar. Mereka membunuh beberapa perempuan yang ada; beberapa perempuan lainnya mereka bawah ke hutan atas perintah Commandant.
Di hutan mereka tinggal di sunggai sambil mereka dulang emas, tapi mereka tidak dapat emas selama beberapa minggu, Commandant hanya menonton di Kamp dengan beberapa perempuan yang mereka bawah dari kota. Beberapa prajurit mulai bosan dengan krisis makanan dan uang, mereka mengaduh kepada Commandant untuk pulang ke kota tapi Commandant menolak, tapi mereka tetap pergi tinggalkan Commandant, Agu ikut rombongan, pergi ke kota.
“Komandan lapor, kami akan pergi,” Kata seorang prajurit senior bernama Two-I-C kepada Commandant.
Sebelum sampai di kota, mereka ditemukan oleh tentara UN. Tentara senior lain dibawah ke penjara tapi Agu dan beberapa teman kecil lainya dibawah ke lembaga Save The Child, sakit pikiran akan diobati disana. Setiap malam Agu gelisa dengan rentetan pengalaman yang kacau dalam pikiran, Agu meronta di kasur karena peristiwa traumatik dan narkoba dalam tubuhnya.
“Aku tahu suara orang berteriak dan aroma dari mayat. Dan aku tahu rasanya brown-brown dan djamba dalam darahku,”(kata Agu)
Film ini disutradarai oleh Cary Joji Fukunaga dan diperankan oleh Idris Elba. Beast of No Nation diangkat dari sebuah novel karya Uzodinma Iweala dengan judul yang sama (Beast of No Nation). Beast of No Nation ini mengangkat sisi psikologi dalam situasi perang yang terjadi di wilayah Afrika berdasarkan sudut pandang anak kecil. Lebih jelasnya kalian bisa saksikan kisah Agu dan Commandant dalam Beast of No Nation di layanan streaming Netflix. Kekurangan dari film adalah sutradara Fukunaga tidak membuat dikotomi gender dalam pesan yang disampaikan.
Menurut penulis, film ini bagus untuk dinonton, kita bisa tau kekejaman saudarah kita di Afrika hidup dalam peran hidup-mati tanpa memandang anak kecil perempuan, laki- laki, ibu dan bapa, kita bisa merasakan hidup begitu kejam demi sesuatu yang mungkin saja tidak urgen. Anak-anak kehilangan kebahagiaan di sekolah, rumah dan lingkungan seperti daerah lain. Kita bersyukur dengan kehidupan yang ada dan tetap berdoa, apapun bisa berubah dari waktu ke waktu karena pikiran manusia terus mengubah segalah sesuatu di muka bumi. Ini bagian dari sejarah dan kita bagian dari sejarah itu sendiri.
(Nomen Douw)