Oleh : Nomen Douw
MK – Nov baru satu minggu di kota. Dia baru pulang dari Amerika. Edo kaget lihat Nov di jalan Merdeka, nama jalan di pusat kota Merdeka, kota yang mempertemukan Nov dan Edo diusia sekolah menenggah atas. Panas picah di jalan merdeka, jam tiga sore, orang-orang sedang berolahraga, pulang kantor dan lain hal. Edo sedang lewat jalan merdeka, pergi lapangan sepak bola. Nov sedang joging dengan gaya Afrika-Amerika, mereka dua kebetulan bertemu di jalan merdeka, Edo tidak tau kalau Nov sudah kembali dari Amerika. Nov tidak menyukai olaraga sebelum pergi ke Amerika; Ia berubah seperti wanita kulit hitam di Amerika, Ia sudah menyukai olaraga dengan pakaian yang berbedah. Tidak seperti dulu, yang Edo tau.
Kota Merdeka, kota yang melukis banyak kisah, membikin Nov dan Edo duduk dibibir pantai, berlari dengar motor vespa dan jalan kaki. Edo dan Nov dua saling memeluk hingga pagi sebelum Nov berangkat esok pagi. Nov akan memulai kuliah ke Amerika. Edo tetap di kota Merdeka, berkuliah di kampus lokal yang biasa saja, di sekolah yang kebanyak anak muda mengejar ijaza ketimbang ilmu pengetahuan tapi Edo suka bekerja keras belajar mandiri dan suka membaca. Edo menyukai Ilmu pengetahuan. Kota Merdeka; kota tradisional yang sudah mulai menelan menta era modern barat. Kota yang sudah menuliskan warna-warni hidup Nov dan Edo.
Tujuh tahun lebih Nov di Amerika. Nov berubah seperti penyanyi Nicky Minaj dan Rihana. Kulit dan rambut berubah, menyala dibawah sinar matahari sore di jalan merdeka. Nov joging menuju arah selatan dari kota Merdeka, depan sekolah Santo Antonius, sekolah menenggah pertama Edo dan Nov. Edo ingat matanya, hanya bagian mata, Edo hampir lupa Nov, tubuh dan kulitnya sudah berubah. Nov berjoging cuek sambil mendengarkan lagu dengan handset ditelingga. Nov terus berlari dengan pikiran Amerika dalam pikirannya.
Edo tetap dengan gaya sederhana, motor skuter Vespa Super berwarna coklat, helm hitam, pembelian Nov dua tahun lalu. Nov suka sederhana dan semoga Nov tidak berubah seperti kondisi fisik yang berubah karena kota Amerika.
Edo berhenti depan Nov, “Hey… Sore”, Nov tidak balas dan lanjut joging. Membuang wajah dari arah Edo.
Kota Merdeka banyak simpan cerita, Edo pikir Nov akan berhenti dan memeluknya. Edo dialog dengan diri sendiri, itu bukan Nov?, tapi tidak, itu Nov.
“Hey..! Nov ini saya, Edo, ” Tegur Edo kedua kalinya lebih dekat, menyebut nama Nov dan nama Edo, tapi Nov hanya berkata, “Ia maaf sore”
Nov lanjut joging setelah melihat wajah Edo hitam berhambur kumis bermotor klasik. Edo berpikir Nov sudah berubah dari banyak hal. “Dulu motor ini lapis saya Dia suka tapi?,sudahlah biarkan Dia,” Pikir Edo diatas motor.
Mungkin Dia ingin saya harus berubah seperti Chris Brown, tapi tidak, disini Papua, saya tetap begini, Dia yang harus berubah, tapi mungkin tidak sanggup,” lanjut pikir Edo.
Edo percaya Nov joging sambil mendegarkan lagu Chris Brown. Dulu Dia suka mendegarkan lagu Chris Brown, waktu mereka dua masih bersama. Edo melewati Nov setelah berhenti berpikir diatas motor, Nov masih terus berjoging. Nov sudah putar balik depan sekolah menenggah, perempatan, jalan yang perna Edo jatuh ditabrak taksi kuning. Nov berlari sudah sampai di depan kantor RRI [radio republic indonesian], jarak 100 meter, Edo melambung Nov depan Kantor Kesehatan Merdeka.
Nov mengenakan baju hitam menempel di badan yang sudah tipis karena olaraga, sama juga jelana, menempel di tubuhnya, sepatu dan kaos kaki pun hitam, Dia persis seperti hewan macan/kucing betina. Mata yang lemah tapi kuat.
Edo tidak lurus ke lapangan sepak bola untuk olaraga. Hari sudah sore, jam empat lewat tiga puluh menit, beberapa orang masih memanfaatkan jalan merdeka sebagai lintasan olahraga sedikit waktu, tidak seperti stadium sepak bola di Kampung Harapan yang sunyi. Berjalan perlahan menuju tugu roket, depan kantor Bupati Merdeka. Edo baru sampai depan Masjid Agung Al-Falah, motor besar ninja 250 dengan Knalpot resing melaju melewati Edo.
Edo mengenal motor itu, pandangan Edo berubah pada motor itu, Nov di jemput dengan motor besar, Nov memeluknya setelah melewati Edo, Nov perlihatkan kemesraan di mata Edo. Pria yang Nov memilih setelah pulang dari Amerika. Edo hanya masa lalu yang kecil dan sudah berlalu. Edo kembali mengingat semua cerita sebelum Nov pergi ke Amerika, saling pelukan hingga kamar menjadi saksi pertama bagi Nov dan Edo. Sesuatu yang penting bagi Edo tapi Nov mungkin tidak.
Edo tidak pulang kerumah, Edo berbelok ke kedai kopi Enauto, di bukit Meriam. Edo ingin duduk dengan secangkir Kopi, berbagi rasa pada dirinya sendiri, Ngopi adalah cara bersedih Edo. Setelah pesan, Edo duduk di kursi sofa, diruang kecil bertripleks kayu berhase.
“Tadi itu ko ka?, Bunyi pesan melalui Instagram (IG) dari Nov, Edo tetap balas walaupun Nov baru lewat dengan pria dengan motor besar. Edo mencintai Nov, mereka dua punya banyak cerita di kota Merdeka. Nov wanita hits di Papua berkat media IG, pengikutnya 30RB, Nov perempuan yang cantik, memiliki body yang menarik, bagus. Nov baru follow back setelah dua tahun lalu Edo follow.
”Io, tadi saya, ”Balas Edo.
“Ko lain sekali?,” Balas Nov.
“Begitulah saya Nov,” Balas Edo.
“Nanti sa info e, kita ketemu, ”Balas Nov.
“Ok” Setuju Edo.
Nov berpura-pura lupa saat Edo berhenti menegur Nov di jalan merdeka, Nov hanya ingin menjaga hubungan baik bersama pacarnya, pemilik motor besar. Satu minggu berlalu, Nov tidak beri informasi untuk berjumpa. Sudah dua minggu berlalu. Hari rabu sore, matahari sudah pergi dari kota Merdeka. Jam tujuh.
“Sa di cafe & book, datang sudah, ” Bunyi pesan IG dari Nov.
“Baik,” balas Edo.
Tidak menolak, Edo sudah otw. Nov sudah duduk dikursi ujung, sedang serius main handphone, Edo duduk di depannya.
“Sa minta maaf soal waktu itu,”Sambut Nov sambil melihat wajah Edo.
“Tidakpapa sante saja, kenapa tidak joging lagi?” Edo balas tanya.
”Ada masalah,” Balas singkat Nov.
Setelah Edo bertanya Nov bercerita, Nov sedang bermasalah dengan pacarnya yang memiliki motor besar itu. Edo adalah pria yang dingin, Edo sarankan agar Nov bersabar, tapi Nov membantah kembali, katanya pacarnya selalu berulang dan katanya Nov sudah sudah capeh. Nov ingin ubah semua. Dalam cerita, Nov menyinggung soal pendidikanya di Amerika, dia ditendang dari kampus karena tidak disiplin, Nov tidak rajin kuliah, padahal Nov sudah semester akhir. Nov rencana akan lanjut kuliah di Jakarta, melanjutkan profesi yang Ia ambil di Amerika, kedokteran.
“Kenapa ko punya hidup tidak berubah-berubah kah?” Tanya Nov sembari minum kopi Gula Aren depan mata Edo.
“Hidup yang bagaimana?” Tanya Edo kembali dengan santai.
“Ko motor dan pekerjaan,”Ucap Nov sambil sinar matanya di layar handphone.
“Style ini yang saya suka dari dulu, tapi untuk pekerjaan, ko mau sa jadi apa jadi?” Tanya Edo kembali.
“Ko harus punya uang dan punya motor yang bagus dan juga mobil, ini zaman sudah berubah Edo, ”Minta Nov sembari melihat wajah asing Edo.
“Ko suka yang begitu?, sa tidak, sa ingin seperti ini saja, sa punya pekerjaan kecil yang bikin sa bahagia itu ada, sa tidak bermimpi yang besar dan sa tidak ingin hidup di zaman yang terus menuntut macam-macam seperti boneka baterai, ” Jelas Edo kepada Nov.
Hp Nov berdering tiba-tiba, katanya teman panggil, Nov pulang dan Edo tetap duduk. Kopi belum habis tapi Nov pamit pergi, “Dia tidak menghormati ruang kopi yang asik ini,” Pikiran Edo. Edo tau karakter Nov, cerewet tapi baik, tidak sombong dan tidak berpikir besar tapi Nov sudah berubah setelah pulang dari Amerika.
Nov keluar, Edo bilang jangan bayar tapi Nov bayar. Waktu terus berganti dan Nov benar-benar sudah berbedah, Amerika sudah mengubah semua yang yang dulu; sebelum Nov pergi ke Amerika. Dulu Nov tidak arogan, biasa saja, sekarang bedah, Nov benar-benar seperti wanita yang hidup di Kota New York. Waktu berlalu lama, Nov tidak mengganggap Edo pria yang dia perna kenal.
Beberapa kali kebetulan bertemu di cafe & book, tapi sikap Nov seperti benar-benar tidak mengenal Edo, Nov memaksa lupa cerita bersama Edo, Nov cuek dan ingin melupakan Edo karena Edo belum berubah. Edo selalu menghormati wanita karena pandangan Edo bercermin kepada mamanya yang sudah lebih dulu pergi.
Suatu hari setelah Edo dan Nov sudah menjadi orang lain selama beberapa bulan; jam tujuh lewat dua menit di hari senin yang cerah, Edo melakukan pertemuan mingguan dengan semua karyawan di cafe & book. Pegawai di kantor riset dan juga beberapa dosen datang dari dua kampus terbesar di kota Merdeka.
Edo memimpin rapat yang cukup serius dalam perbincangan. Nov masuk antar pria yang perna dia cerita sikapnya. Nov hanya menggantar pria yang bernama Hari itu dan kembali dengan motor besarnya. Rupanya Hari anak buah Edo yang kerja menjadi manager di toko baju distro milik Edo, toko distro terbesar di kota mereka. Nov sempat lihat Edo tapi mereka sudah menjadi orang lain. Nov yang memulai.
“Pacar cantik sekali,” Canda Edo kepada Hari.
“Biasa boss, pake-pake saja,” Balas Hari dengan santai dengan senyum.
“Asyekkk, mantap Dia suka motor ka?” Tanya canda Edo lagi.
“Awalnya, tapi sekarang Dia suka sa juga,” Jelas Hari.
Selama satu jam lebih rapat. Diskusi selesai, pesta kopi dengan seluruh karyawan Edo dan beberapa dosen usai. Edo pake mobil Fortuner hitam, hasil usaha satu tahun lalu. Waktu lainnya Edo tetap menggunakan motor Vespa; motor kesayangan Edo yang sudah menjadi bagian terpenting dalam sejarah hidup Edo, telah menjadi jiwanya.
Bersalaman untuk pulang. Nov datang menjemput Hari dan pergi setelah Hari pamit hormat kepada Edo. Nov memperhatikan posisi duduk Edo. Nov dan Hari sudah pergi. Diatas motor Nov bertanya.
“Tadi yang duduk depan itu siapa?” Tanya Nov kepada Hari.
“Itu sa punya boss besar namanya Edo, Dia punya cafe yang tadi itu, sama lembaga penelitian dan toko baju distro terbesar yang saya jaga itu,” Jelas Hari kepada Nov.
“Oh….”. Nov terpukul dengan pikirannya sendiri, seakan Nov tak percaya ternyata Edo bisa seperti itu. Nov minta Hari mengantarnya ke rumah, katanya orang tuanya sudah telfon harus pulang.
Nov sampai di rumah, langsung berbaring dalam kamar. Nov membuka IG dan menggirim pesan ke Edo.
“Edo ko apa kabar? “Tulis Nov.
”Baik”, Balas Edo santai.
Edo memahami Nov, dia diikat dengan kehidupan yang dia lihat di Amerika. Mencari sesuatu yang instant, memanfaatkan tubuh cantiknya sebagai jalan utama. Edo membalas karena Edo menghargai setiap orang dengan waktu mereka, apalagi perempuan. Nov ingin bertemu Edo lagi, pertemuan kedua kali setelah satu tahun, Edo dengan gayanya dengan motor Vespa, style Edo tidak berubah oleh apa pun, siapa pun.
Saat Edo tiba, Nov meminta maaf. Katanya Nov merasah bersalah dengan kata-kata yang perna Nov ucapkan dipertemuan pertama di cafe & book. Sebenarnya Edo sudah lupa dan itu tidak papa bagi Edo. Edo suka membaca tentang pengetahuan sosial modern, posmo dan mohindi. Edo ajak makan dan minum kopi di cafe Edo. Nov mengajak cerita soal usaha Edo tapi Edo hanya diskusi soal kehidupan sosial modern di Eropa dan Papua. “Kita mesti menerima hidup di Papua, berbedah dengan Jakarta apalagi di Amerika.” Jelas Edo.
Nov memintah kembali, tapi bagi Edo waktu sudah berlalu, Edo menolak, bukan Edo arogan, tapi Edo sayang sama Nov. Nov akan bisa saja pergi seandainya kehidupan Edo kembali biasa. Edo paham maksud dari semua. Edo sudah tamat dari keindahan. Edo tetap saja seperti dulu dengan apapun yang Edo punya, Edo anggap itu biasa; sekalipun wajah ganteng atau cantik ataupun bagusnya rekening, itu hal yang biasa saja, tidak luar biasa.
“Kita adalah makluk yang akan mati dan tidak tau setelah itu, seperti Anjing mati dan hilang,” Kata Edo kepada Nov. Nov hanya mendengar dengar serius. Nov hanya berharap.
“Kita akan menjadi teman baik di kota ini, kalau ko mau kerja, hari ini juga ko bisa kerja di sa punya lembaga, kita akan saling membantu dalam hidup,” lanjut Edo kepada Nov. Setelah mereka dua diskusi tiga puluh menit, Edo dan Nov berpisah. Pulang. Nov mau bekerja di lembaga Edo tapi hanya satu tahun dan lanjut kuliah. Dibiyayai oleh Edo sampai selesai Nov menjadi dokter.
[cerita ini fiksi, mohon maaf jika ada kesamaan nama)