Wamena, majalahkribo.com — Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Jayawijaya mengecam keras tindakan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan yang dinilai melindungi dugaan kecurangan dalam proses rekrutmen tenaga kerja, sekaligus merespons aksi damai dengan intimidasi bersenjata.
Aksi pemalangan Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Papua Pegunungan oleh para pencari kerja (pencaker) pada awal pekan ini dibubarkan aparat bersenjata tanpa dialog. Tindakan itu dianggap sebagai bentuk represif terhadap aspirasi masyarakat.
Sekretaris GMNI Jayawijaya, Hengky Hilapok, menyatakan bahwa pencaker pribumi merasa dikhianati pemerintah karena kesepakatan awal yang telah dijanjikan tidak ditepati.
“Kami mendesak pemerintah provinsi segera memfasilitasi forum terbuka agar pencaker dapat mempresentasikan data dan temuan terkait dugaan kecurangan dalam hasil tes Seleksi Kompetensi Dasar (SKD),” ujar Hengky dalam keterangan persnya di Wamena, Rabu (26/6).
Menurutnya, aksi pemalangan dilakukan secara damai oleh kalangan intelektual terdidik dan hanya akan dibuka apabila pemerintah memberikan jawaban resmi terhadap tuntutan. Namun, respons yang diterima justru berupa pengerahan aparat militer.
“Pemerintah memperlakukan para pencaker seperti teroris. Padahal mereka hanya meminta keadilan atas mekanisme seleksi yang diduga cacat prosedur dan melanggar prinsip transparansi,” tambahnya.
GMNI juga menyoroti sikap Sekretaris Daerah (Sekda) Papua Pegunungan yang dinilai tidak mengedepankan pendekatan budaya dalam menyelesaikan persoalan tersebut.
“Pak Sekda adalah orang asli Hubula. Seharusnya beliau memahami pentingnya pendekatan adat dalam merespons aspirasi masyarakat, bukan justru membiarkan tindakan represif yang menciptakan trauma,” tegas Hengky.
Ia juga mengingatkan aparat kepolisian, khususnya Kapolres Jayawijaya, agar tidak menjadi perpanjangan tangan kekuasaan yang represif.
“Kapolres hadir untuk melindungi rakyat, bukan menjadi tameng untuk menekan rakyatnya sendiri. Kami bukan musuh negara. Kami hanya ingin tahu kebenaran dari proses seleksi CPNS,” ujarnya.
GMNI bersama Aliansi Honorer Nasional (AHN), Forum Pribumi Papua Pegunungan, Hi-Labewa, serta sejumlah organisasi masyarakat adat menyatakan telah mengantongi bukti-bukti awal terkait dugaan kecurangan tersebut dan siap memaparkannya dalam forum resmi.
“Jangan biarkan demokrasi mati di Tanah Papua Pegunungan. Pemimpin harus hadir sebagai pelayan rakyat, bukan sebagai penguasa yang anti kritik,” tutup Hengky. (AW)