FAKFAK, majalahkribo.com – Pembangunan Gedung Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) di RSUD Fakfak senilai lebih dari Rp9,5 miliar kembali menuai sorotan. Warga menilai manajemen rumah sakit milik pemerintah daerah itu kurang matang dalam perencanaan, setelah memutuskan membongkar gedung lama yang dinilai masih layak pakai untuk kepentingan proyek baru.
Simon, warga Fakfak, mengaku heran dengan kebijakan tersebut. Ia menilai gedung lama seharusnya bisa dimanfaatkan atau dialihkan untuk renovasi bangunan lain yang rusak, ketimbang dibongkar.
“Aneh, proyeknya sudah tender, gedung lama mau dibongkar, tapi status asetnya belum dihapus. Banyak bangunan di RSUD ini mubazir, tidak digunakan dengan baik. Instalasi gas medis di gedung lama itu bahkan belum berusia satu tahun,” ujarnya pada Kamis, 15 Agustus Malam.
Menurutnya, pembongkaran tanpa kajian teknis dari dinas terkait, seperti Dinas PUPR, akan memicu pemborosan anggaran. “Gedung itu masih sangat muda usianya. Kalau ada masterplan pembangunan, semua jelas. Bukan bangun–bongkar seperti sekarang,” tegas Simon.
Menanggapi kritik tersebut, Direktur RSUD Fakfak, dr. Karyani Kastella, menyampaikan klarifikasi melalui grup WhatsApp Aku Cinta Kota Fakfak. Ia menegaskan pembangunan gedung KRIS dilakukan sesuai aturan, menggunakan dana dari pemerintah pusat, dan bertujuan meningkatkan kapasitas layanan.
“Kami bekerja sesuai aturan dan dengan niat memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat. Ini dana dari pusat dan wajib kita bangun. Masa kita tidak bersyukur mendapat gedung rawat inap dua lantai berkapasitas 46 tempat tidur? Tentu pasien tidak perlu tidur di lorong jika jumlah pasien penuh,” jelasnya pada Jumat, 15 Agustus Siang.
dr. Karyani menyebut, gedung lama yang dibongkar hanya memiliki kapasitas delapan tempat tidur, bahkan hanya lima jika pasien memiliki jenis penyakit berbeda. Ia menambahkan, RSUD Fakfak sudah menyiapkan ruang rawat inap lain ber-AC untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Meski demikian, pertanyaan soal apakah gedung lama sudah dihapus dari daftar aset daerah sebelum dibongkar belum dijawab pihak RSUD. Publik juga masih mempertanyakan keberadaan kajian teknis kelayakan bangunan sebelum dirobohkan.
Sejumlah pihak menilai, tanpa jawaban yang jelas, kebijakan bongkar-bangun fasilitas kesehatan ini rawan memunculkan kesan pemborosan dan ketidakteraturan dalam pengelolaan aset daerah.
Editor: Ronald J Letsoin