Maybrat, majalahkribo.com – Selviana Hainkanes Turot, guru Bahasa Inggris asal Kabupaten Maybrat, Papua Barat Daya, memulai langkah besar dalam hidupnya: kembali duduk di bangku kuliah setelah tujuh tahun bekerja di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
“Awalnya saya sempat minder. Bayangkan, harus bersaing dengan mahasiswa yang jauh lebih muda dan mengikuti teknologi yang terasa asing,” ujarnya sambil tersenyum. Kini, ia menempuh studi S2 di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) lewat beasiswa LPDP.
Selviana berasal dari Kampung Konja, Distrik Aifat Utara, wilayah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Tambrauw dan berjarak sekitar 40 menit dari Gunung Petik Bintang. Menyelesaikan S1 di jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Tamansiswa Yogyakarta, ia awalnya tak pernah membayangkan akan berprofesi sebagai guru.
“Dulu saya ingin bekerja di bidang pariwisata atau Kementerian Luar Negeri, tidak pernah terpikir jadi guru,” katanya.
Namun, takdir membawanya ke ruang kelas. Pekerjaan pertama mengajar di Seminari Petrus van Diepen Sorong menjadi titik balik.
“Dari sanalah saya jatuh cinta pada profesi ini,” kenangnya.
Selama empat tahun di sekolah itu, ia belajar mendidik dengan hati, menjadikan murid sebagai “obat” penghilang lelah, sebelum akhirnya kembali ke Maybrat sebagai guru CPNS. Total, ia telah mengabdikan diri di dunia pendidikan selama tujuh tahun.
Kecintaan pada profesi membuatnya ingin berkembang, salah satunya lewat studi lanjut. Sejak 2020, ia rajin mencari informasi beasiswa, meski sempat minder dan khawatir soal persyaratan. Titik semangat kembali muncul saat sepupunya lolos beasiswa LPDP pada 2023.
“Saya pikir, kalau dia bisa, kenapa saya tidak mencoba?” ucapnya. Tahun 2024, ia mencoba mendaftar. Gagal di tahap wawancara pada seleksi pertama tak membuatnya berhenti.
Kesempatan kedua ia jalani dengan persiapan matang, termasuk mengikuti mentoring Beasiswa Timur. Dari situ, ia belajar merombak esai secara total dan mempersiapkan jawaban wawancara berbasis data. Hasilnya, ia lolos tahap dua LPDP dengan skor mendekati passing grade jalur umum.
“Saya rasa kuncinya ada pada persiapan dan keberanian untuk mencoba lagi,” tuturnya.
Kini, Selviana menjalani semester pertama S2 di UPI jurusan Pengembangan Kurikulum. Adaptasi di awal tak mudah—mulai dari kesenjangan teknologi hingga tekanan akademik.
“Saya harus membaca dua sampai tiga kali lipat lebih banyak dari teman-teman dan rajin bertanya agar tidak tertinggal,” katanya. Usahanya terbayar dengan IPK sangat memuaskan di semester pertama.
Ia berterima kasih kepada Tuhan, mentor Kak Dayu Rifanto, orang tua, adik-adik, keluarga besar, serta rekan kerja di SMPN 1 Aifat dan SD YPPK St. Petrus Yarat Konja.
“Dukungan mereka mengingatkan bahwa perjuangan ini bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang-orang yang kita cintai,” ucapnya penuh syukur.
Pesannya untuk generasi muda Papua jelas:
“Manfaatkan setiap peluang, jangan malu bertanya, ikuti mentoring, dan perluas jaringan pertemanan. Jangan remehkan setiap tahap seleksi. Kalau mereka bisa, kita juga bisa,” tutupnya penuh semangat.
Pewarta : Charles Fatie