Oleh : Nomen Douw
MK – Harus disini, mungkin ini takdir yang dialami semua orang. Rasanya waktu semakin cepat berlalu?, mungkin karena kita terkubur dengan aktivitas media sosial dalam handphone, tentu bukan saja media sosial. Mungkin matahari berlari semakin kencang menuju fenomena baru?, Saya tidak tau apa yang sebenarnya terjadi, ini hanya subjektif, saya hanya punya pengertian menurut agama saya, pemahaman yang masuk lebih dulu sejak saya usia kanak-kanak; mungkin kiamat sudah semakin dekat. Tapi sekarang saya mulai berpikir tentang kerusakan alam oleh pikiran manusia.
Astronot Pesquet asal Prancis dalam media kompas mengaku, khawatir dengan kerapuhan planet bumi adanya asap kebakaran. Semoga kiamat tidak memusnahkan sejarah hidup makluk hidup dan planet bumi, tapi menurut agama saya, bumi akan hangus. Dalam pengetahuan ini, hanya Tuhan yang tau sebenarnya apa yang terjadi. Kita tau semua tentang itu.
Dimana saja letak rumah diatas bukit selalu terlihat dengan keindahan, ada sunset diwaktu sore dan sunrise waktu pagi. Saya menyukai dua keindahan dengan makna yang berbedah, sehingga apapun cahaya senja atau objek lain, saya selalu punya pilihan warna yang berbedah dari konvensional, ini tidak salahkan didunia demokrasi? Saya bukan seorang pria yang merusak keindahan atau tidak memahami estetika tapi saya lebih menyukai filsafat estetika sebagai proses penyerapan indrawi sebagai pengetahuan manusia.
Kata pakar estetika bernama Gerome Stolnitz,” Estetika dilukiskan sebagai penelaahan filsafati tentang keindahan dan kejelekan. Keindahan mempunyai nilai estetis yang bersifat positif, sedangkan kejelekan mempunyai nilai estetis yang bersifat negatif. Hal yang jelek bukan berarti tidak adanya unsur keindahan.”
Kaki gemuk saya diatas bukit kecil, bukit yang memiliki beberapa benjolan batu seperti hewan kura-kura monster berjalan dalam film_tampak kejauhan bukit yang lebih tinggi. Bukit kecil diantara danau Sentani dan bibir laut orang Nafri, ini memberikan hidup dengan tanah yang subur walaupun yang terlihat permukaan adalah berbatu. Papua punya banyak keajaiban. Bukit batu dengan tumbuhan pohon hijau, burung-burung bermain di langit, diatas bukit, seperti manusia ketika sore, olahraga, pergi mencari makan dan pulang kembali ke rumah.
Burung-burung hitam kecil seperti kelelawar masih berterbang liar diatas kepala bukit dan kepala saya, mereka terbang berkelai dengan angin, miring dihempas angin diatas udara. Mereka hidup seperti orang Indian Mexico, Aborigin Tasmania, Awa dan suku Mascho sebelum puna; bahagia dialam mereka sebelum kebudayaan baru tiba dialam hidup mereka. Mereka terbang balap tanpa diganggu manusia pemburu dan bunyi mesin, hidup dalam hutan hijau dengan makanan alam diantara bumi yang menghijau dengan tumbuhan. Mereka bebas menikmati bumi tanpa dihukum alam dan dikejar pemangsa, atau makluk yang lebih kuat.
Dibawah sana. Kota. Banyak sumber bunyi dari banyak arah, terdegar gemuru hingga diatas bukit, seperti bunyi pabrik tambang tembaga, sawit dan truk kayu dari hutam keluar. Menikmati kesunyian kota dari kejauhan, rumah-rumah seperti tampak kuburan. Dari jauh apapaun indah, merasakan sepih dalam jiwa, anggin menabrak daun singkong, pepaya, ubi dan sayur gedi. Kebun milik warga Papua untuk hidup sehari-hari. Diatas sini nikmat. Seperti Levison Wood, seorang penjelajah tanah Arabia asal Inggris menulis tentang kenikmatan waktu malam yang sepih di tanah orang Bedu di gurun Wadi Rum Yordania Timur Tengah.
“Aku merasah seolah-olah ini adalah segala tentang Arabia yang sesungguhnya. Ini adalah kehidupan sesungguhnya dari pengembara Bedu dan oleh karenanya, umat manusia itu sendiri. Ini adalah keadaan alami hidup bagi manusia. Dengan perut dengan penuh makanan dan sebuah lagu di udara, apalagi yang dapat seorang minta? Tak ada pilihan lain disini kecuali hidup dalam harmoni sempurna dengan lingkungan sekitar. Tak ada perlawanan, kecuali melawan diri sendiri, dan percaya pada kemurahan hari alam,”
Burung terbang melawan angin dari arah berlawanan, merayap melalui bukit dan diantara pohon, mencapai kepada tujuan, pulang ke sarangnya. Manusia sibuk dengan hidup kontradiktif, yang penuh external menurut filsafat eksotisme. Mengejar waktu hingga waktu mengejar kembali, yang terjadi diluar kendali. Waktu memaksa harus cepat di era 4:0, tapi sebetulnya kita adalah urusan pikiran kita sendiri. Burung berlari bebas, seperti kebebasan hakiki manusia, tapi ada batas-batas lain dengan narasi kepada manusia lain sebagai makluk hidup dibumi dengan ilmu pengetahuan manusia.
Charles Darwin Dalam The Descent Man dia menulis: “Tidak ada perbedaan mendasar antara manusia dan mamalia lain yang lebih tinggi tingkatnya dalam hal kemampuan mental, dan memang hanya itu, perbedaannya adalah perbedaan derajat, bukan jenis.” Saya tidak berpikir soal evolusi atau penciptaan manusia, tapi mental yang dialami manusia ketika mengalami dekradasi adalah sama, seperti ketika manusi merasah lebih superior dari manusia lain atau ketika manusia mengalami krisis, tentu manusia punya ego diluar sadar_manusia saling menjajah.
”Kita tidak bisa mengingkari kesan bahwa manusia umunya menggunakan standar yang keliru. Mereka mencari kekuatan, sukses dan kekayaan untuk diri mereka sendiri, memuji diri mereka sendiri dihadapan orang lain dan mereka memandang rendah pada apa yang sebenarnya berharga dalam hidup.”_Sigmund Freud