FAKFAK, majalahkribo.com – Taman Ruang Terbuka Hijau (RTH) K.H. Ma’ruf Amin di Kabupaten Fakfak, yang sebelumnya digadang-gadang sebagai ikon baru kota, kini kembali menuai sorotan tajam. Bukan karena keindahan atau manfaatnya, melainkan karena kondisi memprihatinkan yang kerap muncul setiap kali hujan mengguyur.

Hujan dengan durasi singkat, bahkan hanya sekitar 15 menit dan berintensitas sedang, sudah cukup untuk mengubah taman seluas 8.000 meter persegi itu menyerupai kolam berair. Genangan yang luas membuat area taman tidak bisa difungsikan sebagaimana mestinya.

“Kalau begini terus, mending sekalian dibudidayakan ikan lele saja,” sindir salah seorang warga Fakfak, Jumat (22/8), dengan nada kesal.

Fenomena banjir kecil di RTH tersebut memicu kritik keras dari masyarakat. Mereka menilai perencanaan pembangunan taman yang menelan biaya sekitar Rp6 miliar itu tidak memperhatikan aspek teknis penting, terutama sistem drainase yang mestinya dirancang untuk mengantisipasi curah hujan di daerah pesisir Papua Barat.

Alih-alih menjadi ruang publik hijau yang representatif, genangan air justru membuat taman kehilangan fungsi dan menurunkan estetika kota. Warga pun mempertanyakan kualitas perencanaan dan pelaksanaan proyek.

“Ini proyek strategis daerah, harusnya bisa jadi kebanggaan masyarakat. Tapi kenyataannya, baru sebentar sudah bermasalah. Apakah pihak pengawas tidak melihat hal ini sejak awal pekerjaan?” tanya seorang mahasiswa Fakfak yang kini menempuh studi di jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) di salah satu universitas ternama di Indonesia.

Taman RTH Ma’ruf Amin sebelumnya juga menjadi sorotan karena sejumlah fasilitasnya sudah rusak sebelum diresmikan, mulai dari huruf instalasi nama taman yang hilang, ornamen simbolik buah pala dan tifa yang retak, hingga lantai yang cepat rusak. Kondisi terbaru berupa genangan air semakin memperkuat dugaan publik adanya kelalaian dalam perencanaan maupun pelaksanaan proyek.

Masyarakat kini menunggu sikap tegas pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum. Sejumlah warga bahkan menyuarakan agar proyek ini segera diaudit secara terbuka untuk memastikan tidak ada praktik penyalahgunaan anggaran.

“Ini uang rakyat, jangan sampai habis miliaran tapi hasilnya bikin malu. Kalau memang ada dugaan penyimpangan, aparat harus turun tangan. Jangan dibiarkan,” tegas warga lainnya.

Taman yang digadang-gadang menjadi ikon baru Fakfak itu justru menimbulkan ironi: alih-alih ruang hijau yang nyaman, ia kini lebih sering dipandang sebagai simbol proyek bermasalah yang membebani kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Jurnalis: Naldo | Editor: Ronaldo J Letsoin 
Share this Link

Comments are closed.