DOGIYAI, majalahkribo.com – Sejumlah insiden penembakan yang melibatkan aparat keamanan di Kabupaten Dogiyai kembali memicu gelombang kecaman dari berbagai pihak. Peristiwa terbaru pada Minggu (10/8/2025) di Moanemani, Distrik Kamuu, menewaskan satu pelajar SMP dan melukai dua pelajar SMA, memunculkan seruan penghentian kekerasan bersenjata dan penertiban peredaran minuman keras (miras) di wilayah tersebut.

Menurut keterangan Kepala Suku Besar Wilayah Adat Meepago, Melkias Keiya, insiden bermula saat latihan gerak jalan di area lapangan terbang Moanemani. Teguran antar peserta memicu keributan kecil, menarik perhatian oknum aparat yang bertugas, hingga diduga melepaskan tembakan ke arah pelajar.

Akibatnya, dua pelajar SMA mengalami luka tembak di lengan, sementara pelajar SMP bernama Martinus Tebai (14) tewas di tempat akibat peluru yang menembus paha hingga ke area kemaluan.

Dalam siaran persnya, Melkias Keiya menyebut tindakan aparat sebagai bentuk brutalitas yang tidak dapat dibenarkan. Ia menegaskan bahwa aparat seharusnya mengedepankan pendekatan humanis dan dialog, bukan peluru.

Melkias juga menyoroti peredaran miras yang marak di Dogiyai dan kerap menjadi pemicu konflik. Ia mendesak pemerintah dan aparat menertibkan miras, mengusut tuntas pelaku penembakan, serta membuka ruang dialog antara aparat, pemerintah, dan tokoh adat untuk mencegah tragedi serupa.

Komite Nasional Papua Barat (KNPB) melalui Juru Bicara Nasional, Ogram Wanimbo, mengutuk keras penembakan tiga anak di Dogiyai yang dilakukan oleh aparat gabungan TNI-Polri dan Paskhas TNI AU. KNPB menilai peristiwa ini sebagai pelanggaran HAM berat dan bentuk brutalisme negara terhadap rakyat sipil Papua.

KNPB menuntut Polda Papua Tengah mengungkap identitas pelaku, menghentikan seluruh operasi militer di Papua, dan mendorong perundingan damai untuk menyelesaikan konflik yang berakar pada sengketa politik.

Pemuda Katolik (PK) Komisariat Cabang Dogiyai juga mengecam peristiwa tersebut, menilai miras sebagai pemicu utama kericuhan dan mengkritik penggunaan senjata api secara membabi buta oleh aparat. Mereka mendesak agar aparat mengedepankan pendekatan humanis serta mengajak seluruh pihak berdialog untuk memberantas miras dan mencegah kekerasan.

“Ini manusia yang ditembak mati, seolah-olah seperti binatang. Sementara itu, peredaran miras yang menjadi pemicu dibiarkan,” tegas PK Dogiyai dalam rilisnya.

Catatan Insiden Kekerasan Sebelumnya

Dogiyai bukan sekali ini dilanda kekerasan bersenjata. Pada 6 Mei lalu, bentrokan di Kampung Edeida pasca kecelakaan lalu lintas yang menewaskan dua warga memicu massa mengepung Pos Brimob. Penembakan yang dilakukan aparat melukai tiga warga dan diikuti pengeroyokan terhadap seorang warga hingga tewas.

Seruan Bersama

Berbagai pihak di Dogiyai kini bersuara senada: hentikan kekerasan bersenjata terhadap warga sipil, tertibkan peredaran miras, dan buka ruang dialog yang melibatkan tokoh adat, pemuda, pemerintah, dan aparat. Masyarakat menegaskan, setiap nyawa di tanah Papua berharga dan tidak boleh lagi menjadi korban peluru di luar hukum

Editor: Ronaldo Josef Letsoin 

Share this Link

Comments are closed.