Dua lembaga penegak hukum saling kejar bukti, publik menanti kebenaran

Oleh: Tim Redaksi

Aroma tak sedap dari tubuh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua Barat akhirnya tak bisa lagi disembunyikan. Dua lembaga penegak hukum yakni Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat dan Polda Papua Barat, kini bahu membahu atau saling sikut? menyelidiki dugaan korupsi dana hibah Pilkada 2024.

Nilainya tidak main-main, Rp200 miliar lebih dana hibah, mengalir dari APBD dan APBN ke KPU provinsi dan tujuh kabupaten/kota, termasuk KPU Kabupaten Fakfak. Namun alih-alih transparan dan akuntabel, dana publik ini justru menyisakan jejak manipulasi yang dideteksi BPK.

“Kerja keras” atau “kerja keroyok”?

Asisten pidana khusus Kejati Papua Barat, Abun Hasbullah Syambas, menyatakan pihaknya sudah menerbitkan dua sprindik: satu untuk KPU Papua Barat, satu untuk KPU Fakfak. Pemeriksaan terhadap jajaran KPU Fakfak dijadwalkan berlangsung di Kejari Sorong, sementara untuk KPU Provinsi Papua Barat digelar di Manokwari.

Namun di waktu hampir bersamaan, Polda Papua Barat lewat Direktorat Reskrimsus juga memanggil bendahara, sekretaris, dan sejumlah komisioner KPU. Beberapa nama yang telah diperiksa antara lain; GR bendahara pengeluaran KPU Provinsi, REW bendahara KPU Fakfak dan MI sekretaris KPU Fakfak. Pemeriksaan disertai penyitaan dokumen krusial: rekening koran hibah, dana APBN, dan dokumen sharing dari provinsi.

“Belum ada kesimpulan. Masih teliti dokumen,” ujar Ditreskrimsus Polda Papua Barat, Kombes Sonny Tampubolon.

Bukan pertunjukan, ini pertarungan

Kajati Papua Barat, Muhammad Syarifuddin, terang-terangan menyebut bahwa ini “adu cepat” antar-penegak hukum. Siapa yang lebih dulu menerbitkan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan), maka dialah yang resmi menangani kasus ini.

“Kalau Polda duluan SPDP, kami mundur. Kalau kami duluan, Polda yang mundur,” tegas Syarifuddin.

“Tidak apa-apa keroyokan. Siapa kuat, dia lanjut.”

Sebuah pernyataan yang menohok, seolah proses hukum kini menjadi lomba sprint berebut perkara. Tapi di tengah hiruk-pikuk “adu cepat” ini, di mana posisi kepentingan publik? Apakah dugaan kerugian negara bisa benar-benar diungkap secara utuh? Atau justru jadi bola liar dalam tarik-menarik kepentingan lembaga?

Temuan BPK: tidak sekadar salah catat

Laporan BPK Perwakilan Papua Barat (16 Desember 2024) bukan isapan jempol. Temuan-temuannya telak:

  • Audit dana kampanye di KPU Fakfak tidak dipertanggungjawabkan
  • Distribusi logistik Pemilu 2024 tanpa laporan resmi
  • Belanja perjalanan dinas fiktif di lima KPU kabupaten
  • Pertanggungjawaban belanja barang tanpa bukti valid

Apakah ini keteledoran administratif biasa? Atau memang ada praktik sistematis yang diduga melibatkan pejabat internal KPU?

Tanya publik: kita berhak tahu!

Dengan situasi dua lembaga besar menyelidiki satu objek perkara, publik Papua Barat bertanya:

1. Apakah penyelidikan ganda akan menghasilkan kejelasan atau justru membingungkan penanganan?

2. Mengapa dugaan korupsi ini baru diseriusi setelah BPK mengungkap? Apa saja yang selama ini luput dari pantauan internal dan eksternal?

3. Apakah publik bisa berharap satu institusi hukum akan benar-benar tuntas hingga menjerat pelaku utama, atau ini hanya drama pemanggilan saksi tanpa akhir?

Suara di balik bilik pemilu

Sebagai lembaga yang seharusnya menjadi penjaga demokrasi, KPU tak boleh menjadi sarang penyalahgunaan anggaran. Pilkada dan Pemilu tak bisa dibangun dari dana yang diselewengkan. Integritas pemilu dimulai dari integritas pengelolaan anggaran.

Tapi hari ini, publik menyaksikan drama yang justru dipertontonkan oleh dua lembaga hukum, saling kejar, saling tunggu siapa duluan naik status. Yang dirugikan bukan hanya negara, tapi kepercayaan rakyat.

Kesimpulan: maju dengan bukti, bukan gengsi

Investigasi tanpa penyidikan hanyalah laporan. Dan penyidikan tanpa SPDP hanyalah buih wacana.

Jika benar Kejati dan Polda berkomitmen membongkar korupsi dana hibah KPU, maka yang dibutuhkan bukan perlombaan gengsi, melainkan kerja kolaboratif dengan hasil yang terukur: pengembalian kerugian negara dan proses hukum yang menjerat pelaku sampai ke akar.

Siapa cepat, belum tentu cermat. Tapi siapa jujur, pasti kuat.

 

Share this Link

Comments are closed.