Manokwari, majalahkribo.com – Dua nama yang tak asing dalam pusaran kontroversi kepemiluan di Papua Barat kembali mencuat. Abdul Muin Salewe dan Endang Wulansari, dua figur yang sempat disanksi oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), justru dinyatakan lolos ke tahap akhir seleksi calon anggota KPU Papua Barat periode 2025–2030.

Keputusan ini memantik sorotan tajam dari publik Papua Barat. Banyak pihak mempertanyakan integritas Tim Seleksi (Timsel) yang mengumumkan sepuluh nama kandidat terpilih usai seleksi kesehatan dan wawancara.

“Apakah Timsel ini ruang cuci nama bagi orang-orang yang seharusnya istirahat dari panggung demokrasi?” kritik seorang aktivis pemilu Papua Barat.

Rekam Jejak Bermasalah

Nama Abdul Muin Salewe dan Endang Wulansari menjadi perhatian nasional setelah DKPP menjatuhkan sanksi etik kepada keduanya bersama dua anggota KPU Papua Barat lainnya pada 10 Juni 2025. Dalam perkara Nomor 7-PKE-DKPP/I/2025, keempatnya dinilai terburu-buru dalam menganulir keputusan KPU Fakfak yang mendiskualifikasi pasangan calon bupati Untung Tamsil–Yohana Hindom. Padahal saat itu, sengketa masih berjalan di Mahkamah Agung.

“Tindakan itu menimbulkan ketidakpastian hukum dan mencoreng integritas penyelenggara pemilu,” tegas anggota majelis DKPP, Ratna Dewi Pettalolo, dalam sidang putusan.

Tak hanya soal etik, keduanya juga masuk dalam sorotan penyidikan Kejaksaan Tinggi Papua Barat terkait dugaan penyelewengan dana hibah Pilkada 2024. KPU Papua Barat disebut menerima anggaran Rp200,032 miliar dan hanya mengembalikan Rp87,067 miliar, menyisakan selisih besar yang kini menjadi bahan penyelidikan aktif.

Kritik dari Masyarakat Adat dan Intelektual Papua

Sejumlah tokoh lokal pun angkat bicara. Intelektual muda asal Arfak, Yustinus Meidodga, menyampaikan protes keras atas keputusan Timsel yang dianggap abai terhadap prinsip transparansi dan integritas.

“Kita butuh penyelenggara pemilu yang bersih, bukan yang namanya sudah tercemar oleh sanksi etik dan dugaan korupsi. Timsel tidak boleh jadi alat dari kekuatan politik tertentu,” kata Yustinus di Manokwari, Jumat (27/6).

Menurutnya, konflik pemilu di Papua Barat kerap bermula dari integritas penyelenggara yang lemah. Kelolosan figur bermasalah dinilainya sebagai bentuk pembiaran yang akan memperparah situasi ke depan.

Timsel Antara Netralitas dan Pembiaran?

Ketua Timsel Papua Barat, Mohamad Jen Wajo, menyatakan bahwa proses seleksi telah berjalan sesuai prosedur dan standar yang ditetapkan KPU RI. Ia menekankan bahwa Timsel menjunjung tinggi integritas dan tidak terpengaruh oleh tekanan eksternal.

Namun, pernyataan ini diragukan banyak pihak, mengingat nama-nama yang diloloskan.

“Jika orang yang baru saja dijatuhi sanksi etik dan masuk radar Kejaksaan bisa lolos, maka publik berhak curiga. Apa fungsi screening dan wawancara kalau akhirnya seperti ini?” ujar pengamat politik lokal, Marthen Warikar.

KPU RI Didesak Bersikap Tegas

Kini, sepuluh nama yang lolos akan diserahkan ke KPU RI untuk diseleksi menjadi lima komisioner definitif. Banyak pihak mendesak agar KPU pusat tidak melanjutkan pengangkatan calon-calon bermasalah, demi menjaga wibawa institusi pemilu.

“Kalau pusat tetap meloloskan, maka ini bukan lagi soal Papua Barat, tapi soal rusaknya sistem seleksi KPU di republik ini,” tutup Yustinus.

Kasus ini menjadi ujian bagi komitmen lembaga pemilu dalam menjaga standar integritas dan kepercayaan publik. Di tengah krisis kepercayaan terhadap proses demokrasi, publik Papua Barat berharap, jangan sampai seleksi komisioner justru menjadi ajang “rehabilitasi politik” bagi tokoh-tokoh yang kehilangan legitimasi di mata rakyat.

Editor: Ronaldo Josef Letsoin

Baca Juga: Timsel Umumkan 10 Nama Calon Anggota KPU Papua Barat Periode 2025–2030

Share this Link

Comments are closed.