Nabire, majalahkribo.com – Sejumlah anggota Majelis Rakyat Papua Tengah (MRPT) memalang kantor mereka sendiri pada Selasa (25/6/2025) sekitar pukul 12.00 WIT. Aksi dilakukan dengan menggembok pintu kantor dan membentangkan spanduk protes di halaman Kantor MRPT, Bumi Wonorejo, Distrik Nabire.
Anggota Pokja Agama MRPT, Yehuda Gobai, menyatakan bahwa pemalangan merupakan bentuk protes terhadap kinerja pimpinan lembaga yang dinilai tidak sesuai tugas dan fungsi kelembagaan. Dalam pernyataannya, Gobai mendesak Menteri Dalam Negeri untuk segera mengganti Ketua MRPT serta meminta Gubernur Papua Tengah mencopot Sekretaris MRPT.
“Kami minta Kementerian Dalam Negeri segera ganti Ketua MRP Papua Tengah. Kami juga meminta Gubernur Papua Tengah agar segera ganti Sekretaris MRP Papua Tengah,” tegas Gobai.
Ia merinci delapan poin yang menjadi dasar pemalangan kantor, antara lain:
-Lembaga bekerja tidak sesuai aturan dan mekanisme.
-DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) tidak diberikan kepada anggota.
-Tidak ada jadwal kegiatan tahunan lembaga.
-Dana anggota termasuk uang reses 2025 belum dibayarkan.
-Terjadi pemotongan dana oleh bendahara dengan dalih pajak.
-Pengambilan keputusan dilakukan di luar rapat resmi.
-Ketua MRPT disebut tidak masuk kantor selama berminggu-minggu.
-Ketua dinilai bekerja tanpa memegang DPA hampir dua tahun, hingga ditemukan adanya temuan.
Gobai menambahkan bahwa pemalangan akan dibuka jika Gubernur Meki Fritz Nawipa merespons positif tuntutan mereka.
Menanggapi aksi tersebut, Ketua MRP Papua Tengah, Agus Anggaibak, akhirnya angkat bicara. Dalam sambungan telepon dari Timika, ia menyebut aksi pemalangan tidak memiliki dasar kuat dan tidak didasari fakta.
“Saya sedang menjalani perawatan akibat malaria. Bukan karena saya lalai,” ujarnya membantah tudingan mangkir dari kantor.
Agus menduga aksi ini dipicu oleh ketegangan internal yang belum selesai sejak pemilihan pimpinan lembaga. Namun, ia menyebut penyebab utama adalah keberatan sejumlah anggota atas kebijakan nasional pengembalian dana perjalanan dinas sebesar Rp8,7 juta per anggota.
“Ini kebijakan nasional, bukan keputusan MRP. Tapi sebagian anggota merasa keberatan,” katanya.
Selain itu, Agus menyoroti keterlambatan pencairan Dana Otonomi Khusus (Otsus) yang menjadi sumber utama kegiatan MRPT. Ia menjelaskan bahwa pencairan anggaran terhambat karena masih ada organisasi perangkat daerah (OPD) yang belum menyampaikan laporan pertanggungjawaban.
“Kalau satu saja OPD belum lapor, seluruh pencairan anggaran tertahan. Jadi bukan hanya MRP, semua OPD terdampak,” jelas Agus. Ia mengajak seluruh anggota MRPT untuk kembali fokus pada tugas lembaga demi kepentingan masyarakat Papua Tengah dan tidak terjebak dalam konflik internal.
Wartawan: Ronaldo Letsoin
Editor: Ronaldo Josef Letsoin