Fakfak, Papua Barat – Gewerpe, nama yang kini dikenal sebagai salah satu pusat rohani umat Katolik di Fakfak, berasal dari bahasa lokal “Nggevbeir Qpeh” yang berarti Kebun Pisang Hutan. Dahulu, Kampung Gewerpe berlokasi di sekitar Kompleks Misi Sungai yang sekarang menjadi bagian penting dalam sejarah penyebaran agama Katolik di wilayah ini.

Awal Mula Ketertarikan Terhadap Agama Katolik

Pada tahun 1929, masyarakat Kampung Gewerpe mendengar kabar dari saudara mereka di Kampung Brongkendik tentang kedatangan para Romo Katolik. Pastor yang datang saat itu dikenal aktif membagikan gambar Hati Kudus Yesus, mengajar tentang Yesus Kristus, dan memperkenalkan pendidikan dasar.

Melihat hal tersebut, para tetua kampung berkumpul dan mengambil keputusan penting:

1. Meminta agar agama Katolik juga masuk ke Kampung Gewerpe.

2. Memohon agar seorang guru agama ditempatkan untuk tinggal dan mengajar di kampung mereka.

Tim utusan yang berangkat ke Brongkendik terdiri dari:

Aloysius Warpopor (Ketua Tim),

Izaak Ramo Warpopor,

Adam Nimbitkendik,

Costan Nimbitkendik, dan

Yonas Patiran (pemilik perahu dari Teluk Patipi).

Kehadiran Guru Pertama dan Pindahnya Pusat Pelayanan

Permintaan itu diterima dengan baik oleh Pastor Adrianus De Jong, MSC. Beliau berjanji dalam waktu setahun akan mengirim tenaga pengajar. Tepat pada tanggal 8 November 1930, guru pertama bernama Marius Welikin tiba di Kampung Gewerpe.

Pada Mei 1932, Mgr. Yohanes Aerts mengunjungi Fakfak dan memutuskan bahwa pusat pelayanan pastoral akan dipindahkan dari Brongkendik ke Gewerpe. Mulai bulan September 1932, bahan bangunan gereja dan pastoran dikirim dari Langgur dan dibangun oleh Bruder Corn Boers selama sembilan bulan.

Pada tanggal 3 Juni 1933, gereja dan pastoran diberkati oleh Pastor V.D. Rood dengan nama Gereja Santa Theresia. Sebanyak 80 orang dibaptis, termasuk Markus Nadi Kamuk Warpopor dan Hendrikus Nimbitkendik. Keesokan harinya, tanggal 4 Juni 1933, Komuni Pertama diberikan dan Aloysius Warpopor diangkat sebagai Tua Agama pertama di Gereja Santa Theresia.

Gewerpe Menjadi Pusat Pastoral dan Lahirnya Paroki Santo Yosep

Setelah pemberkatan, Pastor A. De Jong, MSC secara resmi memindahkan pusat pelayanan pastoral wilayah Fakfak ke Gereja Santa Theresia Gewerpe. Pada tahun 1935, seorang putra Gewerpe, Markus Nadi Kamuk Warpopor, dikirim untuk melanjutkan pendidikan ke Langgur, Maluku Tenggara.

Pada tahun 1937, misi Katolik di wilayah Papua Barat diserahkan dari tarekat MSC ke OFM. Pastor Nerius Louter, OFM ditugaskan menggantikan Pastor De Jong dan menetap di Gewerpe. Beliaulah yang memberi nama Paroki Santo Yosep Fakfak, dan pada 1938, dimulailah pencatatan Buku Permandian I untuk wilayah pastoral ini.

Perang Dunia II: Penangkapan Pastor dan Pengungsian Umat

Ketika tentara Jepang mulai menduduki Indonesia pada tahun 1942, rencana perayaan Paskah di Paroki Santo Yosep gagal. Pastor Nerius Louter, OFM dan Pastor Adelpus Van Lenwen, OFM ditangkap dan ditawan oleh tentara Jepang. Keduanya dikirim ke Ambon dan kemudian ke Pare-Pare sebagai tahanan perang.

Satu hari sebelum gereja dan pastoran dibom, Aloysius Warpopor menyelamatkan Hosti Kudus dan Buku Permandian Pertama dengan menyembunyikannya di sebuah goa di belakang SD YPPK St. Yohanes Gewerpe sekarang. Setelah bom menghancurkan gereja dan pastoran, Guru Ernest Ngotra tiba dari Kampung Sekru dan bersama Warpopor, mengamankan barang-barang suci tersebut.

Gereja di Masa Pengungsian dan Gereja Ketiga

Selama masa pengungsian, umat Katolik membangun gereja sementara di Salaminta, kebun pala milik Markus Warpopor. Di tempat ini, ibadat sabda dipimpin oleh Guru Ernest Ngotra dan Hosti diberikan kepada umat sebagai lambang iman yang tak tergoyahkan.

Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, transportasi kembali lancar. Pada tanggal 16 Juli 1946, Pastor Valerius Moors, OFM tiba di Fakfak. Karena Gereja Santa Theresia telah hancur, ia menetap di Brongkendik. Namun, ia wafat karena sakit hanya lima bulan kemudian dan dimakamkan di Brongkendik.

Penutup: Jejak Sejarah Iman yang Tak Terlupakan

Sejarah Kampung Gewerpe dan Paroki Santo Yosep Fakfak adalah kisah ketekunan iman, keberanian umat, dan pelayanan tak kenal lelah dari para misionaris. Dari kebun pisang hingga pusat pastoral, Gewerpe telah membuktikan diri sebagai pondasi sejarah Katolik di Fakfak yang tak terlupakan.

Sumber: Bloggerwerpe

Share this Link

Comments are closed.