Jakarta – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus HAM di Yuguru, Papua, merespons pernyataan TNI yang membantah telah membunuh seorang warga sipil bernama Abral Wandikbo di Yuguru, Papua pada Maret lalu. Koalisi menilai bantahan yang disampaikan itu menyesatkan dan mengaburkan kebenaran.
“Pernyataan itu memperkuat praktik impunitas dan mengaburkan tanggung jawab negara atas pelanggaran hak asasi manusia,” kata anggota bidang Hukum Kontras Muhammad Yahya Ihyaroza, dalam keterangan tertulis pada Jumat, 20 Juni 2025.
Koalisi menemukan bahwa Abral hanyalah warga sipil yang kesehariannya bekerja di sawah dan menjaga orang tuanya yang sakit. Temuan itu bertolak belakang dengan pernyataan TNI yang menyebut Abral bagian dari milisi Organisasi Papua Merdeka atau OPM di Yuguru.
“Abral ditangkap di rumahnya, tanpa surat perintah, tanpa pendamping hukum, dan tanpa ahli bahasa,” ujarnya. Koalisi meyakini Abral merupakan korban salah tangkap oleh aparat militer.
Koalisi juga mempertanyakan klaim TNI yang menyebut Abral tewas lantaran melompat ke jurang saat dibawa menuju Kampung Kwit oleh aparat militer. “Tidak masuk akal jika dikaitkan dengan kondisi jenazah korban,” ujar Yahya.
Abral ditemukan masyarakat dalam keadaan tewas termutilasi pada 25 Maret 2025, setelah beberapa hari ditahan di Pos TNI di Yuguru.
Saat ditemukan, kedua tangannya terikat dan beberapa bagian tubuh di kepalanya dalam keadaan terpotong.
Koalisi Masyarakat Sipil mendesak kepada aparat penegak hukum untuk mengusut kasus kematian Abral secara independen dan membawa seluruh pelaku ke pengadilan umum yang terbuka. Koalisi juga mendorong kepada Komnas HAM untuk menetapkan kasus kematian Abral sebagai pelanggaran berat HAM dan memulai penyelidikan pro justisia.