Tiga hari berlalu. Wiyakei sudah memimpin pasukan pembela rakyat menduduki semua aset negara penjajah. Semua tentara penjajah dan unsur negara dihabisi. Ada yang disiksa lalu mati. Ada yang digantung dijalan-jalan besar seperti ayam telanjang dirumah makan. Warga sipil yang membela ikut dihabisi. Istri tentara dan polisi ikut dibersihkan, kecuali anak-anak. Daerah ini benar-benar dikuasai pemimpin muda Wiyakei. Ia punya partai dan tentara yang lengkap. Semua rakyat hormati.
Anak-anak dan wanita sipil dilindunggi untuk kebutuhan negara. Wiyakei percaya Dia akan memiliki negara kecil yang kuat dengan sumber daya manusia yang mampu disertai sumber daya yang melimpah. Dia memiliki komunikasih politik yang kuat dengan salah satu negara besar yang memiliki hak veto di forum internasional (PBB) Wiyakei percaya harapan negara kedepan akan semakin berkembang baik dengan konsep negara yang pikirkan.
Kota sudah berubah tiba-tiba. Gelap, sunyi mencekam. Hanya dalam satu minggu, kekuasaan dirampas pemimpin Wiyakei, seorang anak muda intelektual berumur dua puluh sembilan tahun yang berani. Wiyakei memiliki organisasi partai yang kuat dan memiliki tentara yang dibantu negara kuat dunia_ada suplay dana dan bantuan militer yang kuat.
Wiyakei pemimpin yang memahami nilai budaya lokal, memahami proses menjadi negara merdeka dan berkembang di era moderen, Dia visioner bagi bangsanya. Pemimpin muda yang telah lama belajar otodidak dari bapanya guru yang telah lima tahun lalu dibunuh tentara penjajah. Waktu Wiyakei masih bocah. Sepuluh tahun.
Suatu hari datang seperti hari kemarin. Seorang tentara sudah disiksa dan tergeletak diatas lantai batu disudut kota; tentara itu mandi darah dan mandi kotoran seperti babi. Sementar lagi mati. Istrinya matian-matian membela suaminya, banting diri, nangis seperti anak kecil yang sakit berat. Dua anak mereka ditahan menjadi pekerja negara. Keluarga tentara dan dokter ini tahanan paling lama di kamp konsentrasi atas permintaan pemimpin Wiyakei.
Hukumnya seperti nazi dalam teks sejarah, namun bagi Wiyakei, revolusi total demi rakyat dan bangsanya, bukan ras seperti pembantaian holocaust 1933 di Munich, Jerman. Diam-diam pemimpin muda itu melawan cinta dalam diri yang harus patuh pada kebatinan yang lama dibumkam dengan keras semenjak perempuan dua anak itu nampak dibangku sekolah menengah pertama (smp).
Wiyakei jatuh cinta, tapi mereka hanya bertemu lewat sinar mata dan kekaguman dari jauh dengan diam. Beberapa kali ditolak ungkapan cinta karena Wiyakei berasal dari keluarga yang miskin uang; Ia pulang pergi ke sekolah jalan kaki, tapi mantan selalu dijemput dengan mobil, Dia dari keluarga pejabat di negara penjajah. Mereka berpisah setelah tamat smp. Wiyakei pulang kampung membentuk kelompok diskusi, tidak lanjut sekolah. Mantan terus lanjut sekolah dan menjadi dokter di kota. Menikah dengan seorang tentara non pribumi dan mereka memiliki dua anak.
Emosi batin Wiyakei meluap seperti uap panas yang memberontak karena panas. Wiyakei berkelai dengan jiwa emosi; cinta dan marah. Dia berpikir lama untuk tidak eksekusi dan menjadikan istri karena sayang. Wiyakei berpikir lama karena mereka punya hukum yang sudah disepakati lama sebagai dasar revolusi, bahwa, unsur negara penjajah apapun yang berafiliasi harus dihabisi tanpa ampun.
Tiba saatnya waktu harus mengakhiri setelah sekian tahun mereka hidup dalam zona aman yang bernama politik, sosial dan ekonomi yang semua bersumber pada lima pilar sabagai dasar negara.
“Boleh sa bicara sebelum perempuan muka panjang itu mati?”
“Kenapa pemimpin?”
“Perempuan itu bikin sa tidak menikah sampai hari ini”
“Pap, pap, pap!!”
“Inilah ketika hukum harus membunuh cinta pada waktu yang tepat,” kata Wiyakei diantara sunyi setelah menembak dua kepala.
Hening. Wiyakei selesaikan dengan puas. Tangan dan jari gemetar menekan pelatuk pistol yang akhirnya selesai dengan memaksa. Mata wanita itu tidak melihat lagi mulut pistol pada testa. Berat bagi Wiyakei untuk dilakukan. Tubuh seakan ingin meledak melihat wajah mantan yang Dia perna jatuh cinta dengan bentuk wajah kuning panjang, rambut ombak supermi, wajah yang basah karena karingat dingin dan air mata untuk suami tentara. Namun ada hukum yang lebih tinggi dari cinta untuk bersama dalam kebebasan.
Sekarang Dia (mantan) berbaring tanpa roh yang mengerakkannya. Berbaring lemah di sampin suaminya, seakan mereka tidur di kamar special mereka yang kotor di rumah. Wiyakei sudah tidak cemburu lagi. Ia sudah selesaikan dengan sulit. Musim akan berlalu besok pagi dan Wiyakei akan menikah dengan wanita yang Dia mau siapa saja. Dia adalah pemimpin baru. Besok pagi juga.
Dia telah memulai dan mengakhiri. Sudah lama hingga pagi ini, setelah semua kota sunyi dibawah komando Wiyakei.
“Sudah cukup kita banyak mati. Sekarang kita punya kematian untuk mereka. Sa berjanji kita akan bebas dari ketakutan kita sendiri. Kita telah memulai dari tahun 1961, untuk itu, kita ada sekarang untuk kehidupan kita bersama,” pidato Wiyakei depan mata semua rakyat.
Disiarkan semua media untuk dunia. Semua rakyat tepuk tanggan dan berpelukan.
Mr. Normen / majalahkribo.com