CERPEN – Tiga bulan sa takurung di Jayapura tidak kemana-kemana. Tinggal saja dalam rumah macam babi dalam kandang. Tidak ada yang buka hati untuk ajak jalan-jalan. Lama-lama sa jadi emosi, sa harus balik ke Nabire.

Hari kamis sore sa sudah tiba di pelabuhan Holandia, Jayapura Papua. Jalan Koti ramai dengan aktivitas manusia. Orang-orang sibuk keluar masuk dermaga pake kendaraan dan jalan kaki, pikul barang dan jualan.

Sa su beli tiket dengan harga 300.000.00 kemarin sore di travel dekat kali acai Abepura. Sa kaget harga tiket sudah naik dari 250.000.00.

Kapal Labobar sudah sandar di dermaga. ABK (anak buah kapal) ada bongkar muatan. Kapal biasa lama di pelabuhan Jayapura karena pelabuhan terakhir dari pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Setelah ABK bersihkan kapal baru penumpang naik.

Sa su emosi kota Jayapura. Sa ke pelabuhan jam 15:00 sore, padahal kapal tolak jam 19:00. Sa su malas injak tanah Jayapura.

Satu jam lebih sa tunggu duduk di taman mesran. Hanya 40 meter dari titik kapal yang su sandar. Sa ingat kisah waktu SMA pas liburan sekolah ikut kapal rame-rame dengan teman-teman. Pulang balik Jayapura-Nabire, kami pelarian.

Pernah sa dengan teman-teman yang tidak ada tiket_ petugas kapal dong kurung kami dalam ruang dingin. Mereka sita kami punya barang yang bernilai kalau tidak ada uang sama sekali yang kami kasi.

Bunyi stom yang kedua kali su bunyi kas kaget orang-orang yang mati berangkat seperti sa. Cerita dulu semua hilang karena panik. Sa bergeser dari taman Mesran menuju kapal dengan cepat, takut ketinggalan di Jayapura yang sa sudah malas.

Sa jalan ke pintu masuk terminal penumpang. Sepanjang jalan 40 meter, kendaraan mobil motor diparkir banyak arah. Macet. Orang-orang makin rame. TKBM dong lebih sibuk angkat barang kesana-kesini. Hidup mereka adalah perjuangan keras, seperti orang-orang lain yang bekerja di tempat lain, yang sama-sama juga menghasilkan uang.

Ada yang main judi dijalan dibawah lampu cas kecil yang gantung diatas meja kecil. Orang keliling pace yang duduk seperti dukun, kumur-kumur kata. Orang-orang keliling pace non Papua yang bicara ulang-ulang, ”mari kaka hp murah!!”

Saat sa masuk pintu pertama, TKBM tanya sa, ”kaka ada barang ka? Sa diam tidak balas karena sa hanya punya tas rangsel yang isinya hanya ijaza, leptop dan speaker aktif ukuran piring makan merek JBL.

Lewati orang-orang yang sibuk seperti di pasar. Banyak Polisi dan Tentara berpakean dinas dan preman. Antri panjang menuju tangga naik kapal. Tidak cocok untuk ibu-ibu hamil dan orang yang sakit. Tiba dalam kapal sa duduk di cafe taria.

Tunggu kapal lepas dari kota yang sudah bikin sa boson dan marah. Sa naik, kapal sudah full dengan penumpan. Pas kapal lepas tali, anak-anak diatas kapal dong lompat. Sa lihat memang bikin takut, tapi ini hanya fenomena anak-anak Papua saat kapal lepas dari dermaga. Beberapa dermaga di Papua sering begitu.

Bersama kapal kami lepas wajah Jayapura yang bagus karena lampu-lampu dari atas kapal waktu malam. Kelihatan seperti kota-kota besar, tapi bagi sa biasa saja. Kami sudah depan Kabupaten Sarmi yang hanya lampu kecil dari atas kapal. Sa masih duduk di cafe taria tanpa kopi dan pop mie, duduk muka bigung, bukan karena tidak ada uang, tapi sa tidak suka makanan dalam kapal.

Sa tahan lapar sampai pelabuhan Serui untuk turun beli makanan keladi; sayur pepaya dan ikan bakar. Menu makan yang bikin ketagian, sa biasa ingin makan dari rumah. Makanan yang dirindukan orang moderen Papua setelah KFC di kota.

Sa keliling kapal setelah duduk 2 jam lebih di cafe taria. Jam 11:00 malam tanggal satuan di bulan desember. Kapal full dengan penumpan yang duduk sembarangan tempat. Banyak kelompok sudah bikin lingkaran kecil-kecil. Sebagian mereka miras (minum minuman keras). Ada miras dijual seperi air putih dalam botol aqua. Sa ketemu banyak anak-anak Papua mabuk dibanyak tempat. Ribut; baku tangtang, jalan miring-miring.

Kapal Labobar putar kepulauan Yapen menuju dermaga kota Serui. Sandar jam 16:00 sore. Sa kaget bangun dari tidur yang panjang diatas tempat tidur yang malam sa dapat setelah cari karena mengantuk berat di cafe taria.

Sa turun beli makan di tanah day. Sa dengar stom sudah satu kali pass bergerak turung. Orang-orang sudah sibuk naik turung. Tas sa taro di tempat tidur, percaya orang yang sa baru kenal bisa aman. Antre panjang pass turun. Sa harus beli cepat, dan makan dalam kapal.

Sa injak pelabuhan Serui yang pertama kali dengan kaki. Sa cari ikan ekor kuning bakar sampai di pasar ujung. Sa di titik 100 meter dari kapal yang sudah stom. Mama Papua ada isi ikan ekor kuning bakar dan keladi dalam pelastik hitam.

“Stom sudah berapa e, mama?” Sa tanya mama setelah stom panjang bunyi.

“Su tiga kali, anak lari cepat,” Balas perintah mama Papua sambil kasi ikan yang sudah dalam plastik.

“Adoh, mama makasih,” Balas Sa langsung lari menuju kapal. Sa pikir kapal stom yang ke dua kali karena sa baru kaget bangun tadi langsung turun. Pilih makanan di pasar di dermaga. Sa tidak tau kalau kapal akan tolak sedikit lagi.

Sa lihat kapal sudah bergerak pelan, sa lari kejar. Kapal su lepas dari dermaga lima meter. Sa panik lepas makanan yang sa beli tadi. Sa paksa naik. Hampir sa baku pukul dengan petugas pelabuhan. Baku tawar, kapal harus balik jemput sa karena banyak barang penting, sa tidak kenal lebih dekat orang dalam kapal dekat sa tas. Tapi percuma, sa bukan orang terkenal di Papua. Kapal sudah jauh 50 meter lebih.

Orang-orang di dermaga lihat sa dengan muka yang aneh. Sa tidak kenal semua orang di Serui kecuali teman SMA. Sa hanya tau pelabuhan Serui dan kota dan bukit yang kelihatan dari atas kapal. Ketinggalan kapal. Tidak tau harus kemana?

Jalan dengan langkah berat, badan malas dan pikiran berat. Sa duduk depan tulisan beton yang berdiri ”Pantai Cina Tua” 100 meter dari dermaga. Waktu berlari balap. Kota Serui sudah gelap. Jam 18:00 malam. Dingin dan mendung datang. Rasa macam akan hujan, sa bigung-bigung depan tulisan Pantai Cina Tua.

Hujan rintik-rintik turun. Sa jalan sampai di pasar Aroro Iroro. 100 meter lebih di tepi pantai jalan ponegoro. Sa hanya duduk bigung seperti orang gila depan toko di pasar. Jam 21:00 malam. Sudah sepi, sa hanya lihat dan dengar kucing dan tikus baku kejar diatas daun seng sampai di tanah. Mereka lari baku kejar macam manusia.

Tengah malam tidur diatas alas karton depan toko. Sa lihat orang gila duduk babigung kaya saya depan kios yang sudah tutup. 15 meter dari sa. Kucing dan tikus masih cari makan sekitar sa. Kucing dan Tikus pikir sa orang gila baru di Pasar Aroro Iroro. Injak sa kaki, lompat diatas sa badan dan kepala. Sa hanya pikir barang-barang dalam tas. Tidak tau, tas dalam kapal itu akan sampai dimana?

Sa tertidur jam 00:00 malam. Jam 02:30 malam ada orang teriak keras. Dekat sekali dengan sa pu lobang telinga. Sa kaget mau terbang. Sa bangun sandar pegang tembok dengan takut. Mundur-mundur. Bulu badan berdiri tiba-tiba. Buka mata_sa kaget ada orang yang muka tidak jelas berdiri sambil pegang tongkat besar depan sa. Manusia panjang kurus, rambut lingkar tebal, kaki kosong dan pake kalung besar panjang.

“Woe!!, Nai bangun”

“Bah!!, ko siapa?”

“Ko lihat hujan ini”

“Kenapa ko tidak basah?”

“Pangil sa Kapten Suanggi”

“Suanggi itu apa?”

“Nai Ikut sa, sa kasi tunjuk”

“Tidak, sa mau ke Nabire, kejar sa tas. Sa ketinggalan kapal kemaring. Truss sa tas dalam kapal”

“Gampang itu, Nai ikut sa dulu”

“Ko bisa selamatkan sa punya tas ka?”

“Kecil itu, Nai pangil sa kapten Suanggi saja”

“Oke kapten Suanggi makasih”

Sa pikiran hilang tiba-tiba pass sa sebut ”kapten suanggi”. Kaget sudah diatas udara, sa terjepit dalam ketiak Kapten Suanggi. Kami dua melayang-layang diatas udara. Diatas Kepulauan Yapen. Sa lihat kota Serui lampu-lampu kecil dari udara. Kapten Suanggi cerita banyak tentang dunia Suanggi.

Tapi sa tidak tau, Suanggi itu apa? Sa baru tau kalau Suanggi itu bisa terbang. Sa senang ketemu Kapten Suanggi. Sa akan minta Kapten Suanggi antar sa ke sa punya tas. Sementara ini sa ikut Dia mau saja. Kemana saja pergi.

Kami dua keliling Kepulauan Yapen, dia cerita kalau dia kapten di wilayah Kepulauan Yepan. Dia cerita kalau, semua takut dengan dia, Paling jago, semua hormat dia sebagai kapten Suanggi. Dia banyak certia tentang Suanggi, tapi sa tidak paham, sa hanya tau kita dua ada terbang. Sa hanya pikir ulang sa pu tas dalam kapal yang ketinggalan kemarin.

Kapten Suanggi bilang, kita harus pulang, sudah mau terang. Tiba-tiba kami dua hilang dari udara. Rasa macam sa tertidur langsung. Kaget bangun di rumah kayu, atap tripleks dan daun seng karat. Pagi terang. Rumah berlantai papan tua. Tidak ada orang dalam rumah, pintu kamar yang depan terbuka, juga pintu tamu. Depan sa ada kopi dan pisang rebus dan keladi. Tidak lama, pria kurus keluar dari kamar dengan senyum lebar lihat sa lama. Mata sedikit merah. Berpakean hitam bercelana pendek. Sa duduk depan kopi dalam teko dan pisang rebus dan keladi.

“Nai selamat pagi, ayo makan, minum kopi”

“Makasih. Sa mau ke Nabire kejar sa tas. Dalam ada sa pu Ijaza SD sampe S1. Kaka bisa bantu sa kah?”

“Gampang itu, minum kopi dulu ba!. Santai Nai, jangan banyak pikir soal itu. Tadi malam ko su bilang itu sudah cukup”

“Adoh, sa mohon kaka bantu sa e”

“Pangil sa Kapten Suanggi”

“Hormat Kapten Suanggi”

Dia masuk kembali dalam kamar. Dia keluar sambil pegang sa tas di tangan kanan. Dia senyum lebar dan kali ini gigi pinang kelihatan macam besi karat karena kena air laut. Sa pikiran tenang. Senyum tulus keluar untuk kapten Suanggi. Sa macam tidak percaya. Barang yang sa lupa dalam tas diatas kapal bisa ada di rumah yang sa tidak tau apapa. Ditangan orang yang sa baru lihat malam depan toko. Ini aneh tapi kenyataan depan mata.

Sa belum tau orang ini siapa sebenarnya?Kenapa dia datang ke sa? Kenapa dia mau sa harus pangil dia kapten Suanggi? Tiba-tiba sa pikir, mungkin kapten Suanggi itu mungkin dewa penolong di Kepulauan Yapen.

Sa langsung berdiri pegang tas. Cepat-cepat sa periksa. Semua barang aman. Tidak ada yang kurang, tapi sa belum lihat baik. Sa pegang dia tanggan minta terimakasih karena sudah selamatkan sa punya barang-barang penting.

“Bagaimana kaka bisa dapat sa pu tas ini?”

“Nai panggil sa kapten Suanggi?”

“Hormat, makasih kapten Suanggi”

Pas sa bilang kapten Suanggi, tiba-tiba Sa punya jiwa macam telempar jauh. Posisi masih tidur diatas alas karton sampah depan toko. Buka mata. Sa mata ketemu orang-orang sedang siap buka kios dan toko. Sa berdiri-berdiri depan toko. Cari tas, tidak ada. Sa bigung lagi. Apa yang terjadi?

Sulit sa mo bilang mimpi atau kenyataan. Tapi sa masih penasan dengan manusia yang datang tadi malam. Apa maksudnya dengan nama kapten Suanggi? Sa kembali bertanya, Suanggi itu apa? Penolong atau Pembunuh, atau hanya imajinasi manusia saja. Sa duduk bigung depan toko sambil melihat orang-orang sibuk dengan dong punya transaksi uang dan barang.

Pagi jam 10:00. Sa sudah lapar. Perut sudah bunyi macam cacing baku kejar dalam perut. Sa jalan keluar dari pasar, dari depan ruko yang tadi malam jadi kamar terbaik bersama kucing, tikus dan sosok manusia yang datang dengan nama kapten Suanggi.

Depan hotel Merpati jalan Yos Sudarso. Teman SMA waktu di Nabire, namanya Nando, dia teriak sa nama lengkap. Dia berhenti depan sa. Sa dengan Nando baku peluk di pinggir jalan. 5 tahun tidak ketemu dan mendadak ketemu.

Sa naik diatas motor. Nando tanya sa. Bagaimana sampai sa bisa di Serui? Sa cerita semua yang sa alami. Nando ajak sa ke dia rumah setelah kami dua cek kapal masuk di dermaga Serui untuk sa pulang ke Nabire.

Kapal masuk lusa. Nando ajak sa tinggal di dia pu rumah sampai sa kembali naik kapal. Dua malam berlalu di rumah Nando. Sore kapal akan masuk. Nando dan keluarganya antar sa ke pelabuhan. Nando cerita semua keluarga di rumah. Mereka semua terharu. Nando cerita tentang kapten Suanggi setelah sa cerita kejadian malam.

”Kawan ko tidak salah jadi dia hanya hibur-hibur ko saja”

“Kenapa dia mau sa harus panggil Dia kapten Suanggi?”

“Nai, pangil sa kapten Suanggi”

“Hormat, makasih kawan kapten Suanggi”

Sa kembali ke Nabire dari Serui. Duduk diatas cafe taria memeluk tas yang hilang sampe sandar di dermaga Samabusa. Hanya Ijaza S1 yang hilang dalam tas. Tapi semua aman. Diatas kapal sa hanya bilang”Hormat Kapten Suanggi”

Oleh: Nomen Douw

(Jayapura, 25 November 2023)

Share this Link

Comments are closed.