(Oleh: Musa Dumukoto)
OPINI – Perang Suku adalah suatu perang yang berlangsung antara dua pihak, baik secara besekutu atau tidak dengan dasar keberpihakan adalah alasan “kesukuan”. Berbeda dengan perang konvensional, alasan perang suku biasanya terjadi karena perebutan sumber makanan atau perebutan hak ulayat. Keputusan perang atau damai serta pemimpin jalannya peperangan biasanya dipimpin oleh seorang Kepala Suku. Walau mengakibatkan korban jiwa atau luka-luka tetapi sebuah perang suku lebih mirip sebuah Tawuran.
Pada zaman modern sebuah perang suku akan segera diamankan dan dilerai oleh pihak keamanan, karena suku sudah dibawah naungan sebuah sistem pemerintahan yang berdaulat. Pada zaman dahulu pihak yang kalah dari sebuah perang suku biasanya akan dimusnahkan, diperbudak atau diusir oleh pihak yang menang, tetapi pada zaman modern hasil dari sebuah perang suku tidak mengubah peta teritorial atau keuntungan finansial apapun.
Perang suku sekarang hanya berlangsung di suku-suku tradisional di pedalaman Papua, Kalimantan, Afrika dan Suku Indian di Hutan Amazon, Sedangkan perkelahian antar suku berdasar fanatisme suku di daerah perkotaan sering dikategorikan “Tawuran” atau “Perkelahian Geng”(Wikipedia).
Baru-baru ini terjadi konflik horizontal Perang Suku antara Mee dan Suku Dani di Topo distrik Uwapa Kabupaten Nabire Provinsi Papua Tengah, persoalan bermula ketika badan Musyawarah Adat Suku Wate yang saat itu dipimpin oleh Didimus Waray (almarhum), mengeluarkan Berita Acara Pelepasan Hak Atas Tanah Nomor : 287/BMA -SW/BAP/IX/14, tertanggal 17 September 2014 antara Didimus Waray dengan Ishak Telenggen dengan luas areal yang dilepaskan sebesar 300 Ha (1000 m x 3000 m) yang berlokasi di kali udang, kali dingin dan kali kasuari. Sesuai di kutip dari majalahkribo.com.
Pelepasan Hak atas Tanah tersebut sama sekali tidak diketahui oleh Alex Raiki karena beliau baru menjabat sebagai Kepala Suku besar Wate Kabupaten Nabire pada tahun 2018.
“Walaupun saat itu saya belum menjabat sebagai kepala suku, tetapi berita acara Pelepasan Hak Atas Tanah sebagai Produk Adat harus tetap diakui oleh Lembaga. Atas dasar inilah, saya sebagai Kepala Suku Besar, mengambil alih tanggungjawab untuk menyelesaikan persoalan terkait Berita Acara Pelepasan Hak Atas Tanah yang telah dikeluarkan oleh Didimus Waray,” jelasnya.
Hal tersebut pemilik lokasinya dianggap bukan milik Suku Wate namun, milik warga Suku Mee yang mendiami Kabupaten Nabire, tanah yang di lepaskan oleh suku Wate ke Suku Dani Menyebabkan dua orang Mee tewas. Menanggapi hal tersebut suku Mee bertindak sesuai philosopy “Dou, Gai, Ekowai (Melihat lalu Bertindak) sampai saat ini tekanan konflik masih berlanjut.
Adil menurut Wikipedia, berpihak kepada benar, berpegang pada kebenaran. Tidak adil berarti memihak pada orang yang salah, bisa disebut orang berpegang pada bukan kebenaran. Lalu siapakah yang layak disebut tidak adil?
Pertanyaan ini muncul ketika ada sebuah video yang sempat viral di group whatsapp berdurasi lima detik terlihat beberapa orang diantaranya lebih dari 10 orang suku dani, empat orang pihak keamanan (Polisi) dan Nenu Tabuni, Kepala dinas social, Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak Provinsi Papua Tengah, dalam videonya, Nenu Tabuni sedang memberikan uang tunai 10 juta “disampaikan uang 10.000.000,00 (sepuluh juta) ini diantar untuk beli bahan makanan jadi, nanti dari sini atur,” pesan singkatnya dalam video tersebut.
Setelah beberapa menit kemudian video tersebut dibocorkan dan diviralkan di group whatsapp lagi, siapa yang viralkan penulis tidak sebutkan namanya, banyak netizen fitnah di media sosial bantuan tersebut diangkap tidak adil, wargnet lainnya disebutkan “seharusnya pemda mencari jalan untuk mendamaikan bukan membantu uang” ada juga yang sebutkan “berarti suku Dani dapat dibantu oleh Pemda Provinsi Papua Tengah,” ujar netizen.
Dengan adanya fitnahan, Nenu Tabuni, klasifikasi melalui media local di nabire (Difitnah di Whatsapp, Ini Klarifikasi Kepala Dinas Sosial P3A Papua Tengah – Nabire.Net) ia menjelaskan “ada yang bilang saya kasih uang kepada suku Dani dan Mee, pada hal informasi tersebut tidak benar, karena saya memberikan bantuan kedua belah pihak yang bertikai dan ada pihak keamanan yaitu Pak Kapolres dan anggotanya. Jadi apa yang disebarkan itu tidak benar,” tegas Nenu Tabuni kepada Nabire.Net.
Nenu Tabuni menegaskan, dirinya turun hari pertama saat situasi memanas sesuai tupoksi dirinya sebagai kepala dinas yang memberikan bantuan kepada masyarakat “kami berikan bantuan sesuai petunjuk atas kami dari Prov. Papua Tengah,” harapnya . bantuan yang diserahkan 10 juta rupiah warga suku Dani dan 10 juta rupiah kepada warga suku Mee.
Dari kaca mata penulis, seharusnya pemda Papua tengah, besikap netral sesuai tupoksi sebagai orang umum. Bersikap Netral merupakan Seorang pemimpin yang baik harus bisa menjadi mediator yang netral yaitu dapat memberi bobot yang lebih baik kepada masyarakat adat, lebih kepada mendamaikan kedua belah pihat yang bertikai, pemerintah harus punya solusi yang kedua suku sepakati bersama.
Mediasi dengan solusi adalah upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian yang diterima oleh kedua belah pihak adalah tugas Pemerintah Daerah menciptakan kedamaian antara warga Negara.
Rakyat Papua tengah tidak butuh bantuan uang akan tetapi rakyat butuh mediator dari pemerintah maupaun pihak keamanan sebagai tugas pemerintah dalam rangka mewujudkan misi Allah di tanah Papua sebagai tanah damai yang diberkati Tuhan. Di Tanah Injil yang kita bangga seharusnya Pemerintah dan tokoh-tokoh politik praktis daerah memikirkan damai diatas tanah Papua, jika tidak, kita Papua sendiri sedang mendukung penjajahan dan pemusnahan di rumah kita sendiri.
Pemerintah sebagai Pemimpin daerah Papua Tengah, bersikaplah netral ditengah rakyatmu agar kedepan tidak terjadi konflik horizontal seperti sekarang ini, karena diangkat menjadi pemimpin bukan berarti berfoya-foya di kursi sofa akan tetapi menjaga, dan melindungi daerahmu. Kami menyadari semua persoalan pasti ada jalan keluarnya maka, diharapkan masalah ini selesaikan secepat mungkin secara damai dan bermartabat.
Kita dalah Papua bukan suku dan suku. Saat kita melihat harapan kedepan, orang lain sudah terbangkan ke bulan, kita belum apapa, masih sibuk soal internal. Hari ini kita harus bersama melihat harapan yang besar untuk bangsa kita bersama.
(refrensi data dari beberapa sumber media)