Majalahkribo.com – Enam jam berlalu, kota Abepura sudah malam diwajah Cido. Jam 01: 09 Wit. Cido pulang dari Pantai Holtekam setelah duduk ngopi dengan teman, di kedai rasta Soetijah; live music Reggae, 06 Febluari 1945-2022, Hari Bob Marley dari masa lahir hingga bersinar. Cido pulang dengan motor honda scoopy. Dari Holtekam, jalan Abepura sunyi, lampuh jalan tak berhenti meneranggi jalan yang melingkar seperti ular dari atas bukit batu hingga dataran kotaraja.

Lampu-lampu seperti Intel khusus dari Jakarta di Papua, mengawasi target-target yang harus dipantau. Sampai di Asnab (Asrama Nabire), Cido perjalanan masuk Asnab. Bagi Cido sudah biasa dengan sunyi gelap gedung Asrama diantara pohon-pohon, lebih banyak gelap; sinar lampuh hanya dari lampuh jalan dan lampuh tetangga, menerobos pagar dan rumah.

Gedung tua milik mahasiswa Nabire Meepago, tak layak disebut gubuk. Bangunan Tua. Daun seng sudah berubah warna karena tua, tidak berubah walaupun pemimpin daerah terus berganti dengan uang. Cat tembok sudah berubah warna, usang dan banyak binatang kecil bersarang, gedung seperti peninggalan gudang sembako milik Negara Belanda (berumur 70-an tahun).

Gedung semakin hilang di ntara pohon-pohon dan rumah warga. Cido memarkir motor di teras Asrama belakan ujung kanan, tempat Ia sering memarkir, ujung atap sudah lapuk, tua, beberapa seng jatuh hampir kena tanah. Cido disambut anjing kesayangannya yang bernama Agaza, datang dari kamar tidur. Malam, Asrama sunyi, Cido selalu merasah ramai dengan anjing kesayangannya ketika di gedung tua Asrama.

Saat Cido makan, Ia tidak lupa Agaza. Agaza, penjaga khusus kamar Cido bersama lampuh kecil, seperti lampu kecil dan lampu. Cido dan Anjingnya seperti anak dan bapa, tidur bangun satu tempat tidur, kasur yang sudah melepuh tinggal kapas kuning. Cido sudah 11 tahun di Asrama, cukup lama, dari sekian banyak mahasiswa asal Meepago yang datang sekolah hingga wisuda depan mata Cido. Cido pria kurus berdagu panjang, penyukai kebersihan dan penyanyang. Ia perna kuliah tapi berhenti karena biaya. Asrama Nabire sudah menjadi rumah yang nyaman, tambah lagi Agaza, anjing kesayangan yang Ia pelihara sejak kecil.

Malam sepih, beberapa mahasiswa Asnab sedang tidur di ruang tamu, samping kamar Cido. Kamar depan bantal hanya beberapa, beralas selimut berwarna pudar coklat diatas semen dingin, sebagian titik ada bekas tambal, kursi sofa menggangga dengan tidak teratur, hanya beberapa cm dari mereka yang baring. Cido gegas untuk tidur. Anjing miliknya sudah duduk dalam kamar setelah makan, nasi kuning dan tulang ikan. Lampuh kecil mati di jam 1:33 waktu di Asrama Nabire Abepura Papua. Cido memeluk bantal lapis Anjing kecil. Cido bermimpi. Ia bertemu Bupati di kediamannya. Bupati dan Cido duduk di ruang tamu. Cido menyampaikan kondisi Asrama dengan beberapa cerita unik. Cido sebelas tahun di Asrama.

“Bapa saya tidak bawah proposal. Saya hanya mau bercerita saja lalu pulang,” Cerita Cido kepada Bupati. Duduk rileks di kursi tamu sambil minum air putih dalam kemasan dan beberapa minuman kaleng diatas meja.

“Ayo Cerita,” Ajak Bupati kepada Cido. Bupati sandar di kursi empuk mewah, sambil makan buah keruk dan pisang, terlihat bangganya layak seorang raja yang telah mengalahkan satu kerajaan.

“Asnab sudah menjadi Rumah saya di kota Abepura Jayapura semenjak saya menjadi Mahasiswa sampai berhenti menjadi mahasiswa aktif. Sampai sejauh ini, ada cinta yang bertumpuh dari Asrama itu. Sudah 11 tahun di Asrama. Saya masuk Asrama waktu itu, sebagian badan sudah lapuk, apalagi hari ini, sudah tidak layak bapak. Tapi, saya tetap ada di Asrama walaupun tidak makan dan minum, biar tempat tidur sudah patah-parah, kami buat kembali dengan paku seadanya.” Cerita Cido kepada Bupati. Bupati duduk santai makan buah, dengar Cido bercerita, Bupati santai, layak tidak ada masalah dalam cerita Cido.

“Truss apa lagi, ayo cerita semua,” Respon Bupati dengan gaya santai setelah Cido jeda dari cerita.

“Jadi begitu Bapak, banyak anak-anak pindah dari Asrama ke kos karena kondisi bangunan yang tidak layak untuk mahasiswa, apalagi untuk belajar, sangat tidak layak. Saya ini bigung pak Bupati, alam apa yang hidup di Asrama Nabire untuk para mahasiswa ini, saya bigung soal ini dan mungkin saja Asrama ini menunggu hari kiamat untuk dilihat,” Cerita lanjut Cido kepada Bupati. Matanya berkaca. Asrama benar-benar memberikan kontribusi hidup bagi Cido selamah 11 tahun. Dalam nada-nada cerita, mata Cido berkaca-kaca. Hampir air matanya keluar dimata Bupati, tapi Bupati sudah lihat, Cido bercerita dengan penuh rasah dalam.

“Kalau untuk Klub Sepak Bola itu bagaimana? Tanya Bupati setelah berhenti makan buah, sehabis dengar cerita Cido.

“Itu Asnab Fc bapak, saya pelatihnya. Klub itu semangatnya berangkat dari kondisi Asrama Nabire untuk menyuarakan suara yang tidak sampai melalui prestasi sepak bola bagi orang yang memiliki hati. Lama-lama, klub Asnab Fc menjadi tim sepak bola yang mewakili wilayah Meepago di kota Provinsi, beberapa kali kami diundang dalam kompetisi terbaik di Papua. Kami juara dalam beberapa iven dan itu nama baik wilayah adat. Sampai hari ini kami masih berjuang memberikan yang terbaik walaupun tempat tinggal kami mengkhawatirkan.” Cerita lanjut Cido kepada Bupati.

Mimpi belum selesai, cerita belum titik. Cido kaget bangun; belum ada jawaban dari Bupati. Agaza, Anjing kesayangannya pura-pura gigit kaki, membangunkan Cido dari mimpi bertemu Bupati. Agaza memisahkan Cido dan Bupati dari kediaman dalam mimpi. Terbangun, Cido duduk di tempat tidur, Ia pikir mimpi ini benar, berdiri setelah tarik napas. Agaza, Anjing manja berbulu abu-abu bertitik putih di perut, suka bangun pagi dan suka ajak Cido bermain. Cido kadang bangun pagi untuk olahraga, bermain sepak bola, push up dan sit up. Agaza tidak pikir Cido bermain, kadang Ia mengganggu Cido berolahraga.

Bola ditanggan, sepatu futsal, baju olahraga. Cido keluar dari kamar menuju halaman belakan, samping motornya diparkir. Jam 06:05 pagi, tiga mahasiswa diruang tamu masih tidur, posisinya seperti orang tiarap diatas tanah. Dingin pagi dibawah pepohonan, dibalik asrama tua, lapuk. Cido mulai berkeringat, sudah gerak hampir 20 menit lebih. Agaza sudah capeh, bertepih dibawah atap asrama yang sudah hampir jatuh, dekat motor; lidah panjang seperti dasi, napas keluar masuk seperti bunyi kompor gas di warung nasi goreng, Agaza paceh. Tiga orang mahasiswa yang tidur, satu orang sudah bangun dan lewat depan Cido.

“Pagi ade,” Sapaan Cido.

“Wei, kaka pagi,” Balas Abet pada Cido, muka asam baru bangun. Obet, mahasiswa semester tiga, pria kurus pendek asal Biak, lahir besar Nabire.

“Kamar mandi ka dx?,” Tanya Cido sambil Ia berhenti angkat-angkat bola dengan kaki.

“Ia,” Balas Obet terus melangkah.

“Balik e, kaka mo cerita mimpi ketemu Bupati tadi malam.” Balas Cido, akan cerita mimpi malam.

“A, stop sudah kax sa malas dengar,” Bantah Obet. Obet, ketua Asrama Nabire, Ia perna bawah proposal pembagunan Asrama Nabire dua kali ketemu Bupati, tapi belum perna ada jabawan yang bagus. Asrama masih seperti dulu, gubuk tua masih baik, persis seperti gudang peninggalan negara penjajah, warna seng berubah tua, kayu-kayu lapuk berjatuhan, semen bolong-bolong.

Cido mulai berhenti berpikir untuk mimpi, Ia sibuk lanjut bermain bola; Agaza datang kejar bola, bermain-main, Cido bahagia dengan Anjingnya yang setiap hari Ia mandikan seperti manusia. Mimpi di dalam kepala Cido seperti film hollywood yang diputar kembali, Ia ingin bercerita kepada semua mahasiswa di Asrama tapi Cido selalu berhenti, Ia berpikir_untuk apa juga saya bercerita, hanya mimpi, tidak mungkin mimpi menjadi nyata dan Asrama dibangun ulang besok pagi. Nyatanya proposal tidak perna ada jawaban dari Bupati. Cido menghapus Mimpi. Tiba-tiba Cido emosi dengan mimpinya. Mendadak, Dia berteriak.

”Tidak penting Semua!!!!!!” Teriak keras Cido beberapa kali. Agaza takut dan berlari masuk kamar, Agaza pikir Cido marah karena kerasukan roh hitam. Rumahnya tidak, Cido bencih sama mimpinya ketemu Bupati. Beberapa orang mahasiswa kaget bangun dengan suaranya.

“Kenapa kaka,” Tanya Obet dengan kaget.

“Tidak dix, saya marah dengan mimpi tadi malam,” Jelas Cido. Duduk diatas motor sambil minum air putih setelah olahraga. Agaza duduk pinggir Cido.

“Wkwkwkwk.” Tawa Obet sambil Dia melangkah kamar mandi, mandi, bersiap pergi kuliah pagi.

Cido bersiap untuk mandi. Duduk dalam kamar hingga sore main bola. Kembali malam seperti awal cerita diatas; bahagia dengan Agaza_sunyi dalam lampuh kecil, tertidur dan bangun pagi. Makan tidak mengukur cinta selamah 11 tahun Cido di Asrama Nabire. Cido belajar banyak soal mencintai apa adanya, bukan ada apanya. Setia walaupun waktu selalu berbedah. Terimakasih mimpi yang sudah datang, Cido harap jangan ada mimpi lagi besok malam, jangan.

(Nomen Douw)

Share this Link

Comments are closed.