FAKFAK, majalahkribo.com – Seorang oknum pegawai Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Fakfak, Papua Barat, berinisial R, diduga menggelapkan dana bantuan biaya hidup penerima Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADiK) dengan nilai mencapai sekitar Rp400 juta.
Dugaan ini diungkap oleh Alya Fara Khusnul, salah satu mahasiswi penerima beasiswa ADiK asal Fakfak, pada Kamis (14/8/2025). Alya menjelaskan bahwa pencairan dana triwulan pertama, Januari–Maret 2025, berjalan lancar meski sempat mengalami keterlambatan.
Permasalahan mulai muncul pada Juli 2025. Para mahasiswa penerima ADiK mempertanyakan keterlambatan pencairan dana triwulan kedua yang seharusnya sudah dibayarkan paling lambat Juni 2025.
“Saat itu tidak ada penjelasan sama sekali yang kami terima dari Disdikpora Fakfak,” ujar Alya.
Kecurigaan muncul setelah salah satu penerima beasiswa yang memiliki kerabat di bagian keuangan memeriksa status pencairan. Dari pengecekan tersebut, terungkap bahwa bagian keuangan sudah menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) di Bank Papua sejak awal Juli 2025.
Alya bersama rekan-rekannya kemudian menemui Kepala Disdikpora Fakfak, Mansur Ali, untuk meminta penjelasan. Menurut Alya, Mansur menyampaikan bahwa dana tersebut telah dicairkan oleh bendahara Disdikpora dan diserahkan kepada oknum R, yang bertugas menyalurkan beasiswa ke rekening para mahasiswa penerima ADiK.
Namun, saat para mahasiswa memeriksa rekening, dana tersebut belum masuk.
“Pak Mansur bilang oknum R ini mengaku uangnya sudah ditransfer. Ternyata belum, dan kami sempat berdebat,” kata Alya.
Situasi semakin rumit ketika oknum R sulit dihubungi. Hingga berita ini diturunkan, pihak Disdikpora Fakfak belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan penggelapan tersebut, dan belum ada konfirmasi dari pihak oknum R.
Beasiswa ADiK merupakan program pemerintah untuk membantu mahasiswa asal daerah terdepan, terluar, tertinggal (3T) serta daerah konflik, termasuk Papua, agar dapat melanjutkan pendidikan tinggi. Dana bantuan ini mencakup biaya hidup yang biasanya disalurkan secara berkala setiap triwulan langsung ke rekening mahasiswa penerima.
Kasus ini menambah daftar panjang dugaan penyalahgunaan dana pendidikan di Papua Barat. Warga dan mahasiswa kini berharap pihak kepolisian segera menyelidiki kasus tersebut demi memastikan hak mahasiswa tidak hilang. (A.B/nal)